Rapat Paripurna DPR mengenai skandal bailout (pengucuran dana talangan) Bank Century berakhir ricuh baik di luar maupun gedung DPR RI tadi siang. Banyak pihak yang tidak puas dengan rapat kali ini. Mengapa para pencari kebenaran selalu kecewa setiap kali melihat hasil akhir kerja pansus? Apakah kompromi politik biang keladinya? Bagaimana kedudukan kompromi politik dalam pandangan Islam? Untuk menjawab pertanyaan itu wartawan mediaumat.com Joko Prasetyo mewawancarai Jubir HTI Muhammad Ismail Yusanto, Selasa (2/3) di Jakarta. Berikut petikannya.
Pendapat Anda tentang kericuhan Rapat Paripurna DPR mengenai skandal Century siang tadi?
Kericuhan itu ada dua. Ada di dalam gedung dan luar gedung. Kericuhan di dalam dipicu oleh ketidakpuasan anggota DPR atas kepemimpinan Ketua DPR Marzukie Ali dalam memimpin rapat. Marzukie Ali dianggap menutup rapat sepihak, hasil pansus oleh Ketua Pansus Idrus Marham. Sedangkan Marzukie sendiri menganggap memang harus ditutup karena rapat hari ini hanya mendengarkan pembacaan Idrus Marham.
Sementara banyak anggota DPR berpendapat bahwa Marzukie tidak boleh menutup rapat secara sepihak karena masih banyak anggota DPR yang mengajukan intrupsi. Itulah menurut saya yang menyulut emosi anggota DPR, ditambah lagi semua mikropon anggota DPR tiba-tiba mati. Karena mati, mereka tidak bisa bicara. Nah, sebagian dari mereka akhirnya bangkit dari kursi merangsek mendatangi meja pimpinan.
Sedangkan yang di luar, pengunjuk rasa kan ada dua kelompok. Ada kelompok yang pro bailout ada yang anti bailout. Terutama yang anti bailout, mereka merasa tidak puas karena Idrus Marham tidak menyebutkan nama-nama individu yang bertanggung jawab. Padahal kan sebelumnya beberapa fraksi sudah menyatakan akan menyebutkan nama Boediono dan Sri Mulyani sebagai pihak yang bertanggung jawab. Namun hasil pansus yang dibacakan Idrus Marham tadi siang itu tidak menyebutkan nama. Itulah yang membuat massa di luar gedung tidak puas, dan terjadilah beberapa tindak anarkis dan bentrok dengan polisi.
Tidak disebutkannya nama-nama orang yang bertanggung jawab itu merupakan hasil kompromi politik?
Apakah DPR akan menyebut nama atau tidak kita lihat kepastiannya besok. Rencananya kan besok akan mengadakan voting menyangkut bermasalah tidaknya bailout Bank Century tersebut.
Bisakah kita berharap dari sistem yang berlaku sekarang ini melahirkan kebijakan-kebijakan yang benar?
Susah. Karena keputusan politik itu diambil dari kompromi. Sehingga kebenaran yang substansial itu bisa ditolak oleh keputusan politik. Gampangnya begini. Saya boleh salah tetapi saya tidak boleh dipersalahkan di dalam mimbar politik. Jadi antara salah dan dipersalahkan itu dibedakan. Seharusnya kan yang salah ya dipersalahkan. Dan yang dipersalahkan seharusnya menerima.
Tapi sekarang kan yang salah tidak mau dipersalahkan oleh karena akan berujung dengan hilangnya jabatan. Nah, pihak yang salah ini tidak mau itu terjadi sehingga di titik inilah kompromi terjadi. Sehingga tidak akan menghasilkan kebenaran substansial. Sehingga bila kita mengharapkan kebenaran substansial akan lahir dari sistem seperti ini ya kita akan kecewa.
Dalam sistem Islam apakah kebenaran substansial itu bisa didapatkan?
Tentu.
Berarti tidak ada kompromi politik?
Jadi sebenarnya begini. Dalam dunia politik, kompromi itu adalah aktivitas yang wajar. Namanya juga pertarungan politik pastilah masing-masing kubu membawa sebuah kepentingan. Hanya saja yang membedakan antara politik Islam dan politik sekuler adalah letak komprominya. Kalau politik sekuler kompromi itu letaknya di depan, kebenaran itu di belakang. Sedangkan politik Islam kebenaran depan, kompromi di belakang.
Jadi dalam politik Islam itu segala sesuatunya harus diukur pada tolak ukur yang benar dulu, dipastikan dahulu apakah suatu benda, perkara, dan perbuatan itu halal atau haram. Kemudian dilakukanlah kompromi, mengajak kubu lain untuk mengikuti yang jelas benarnya dan mengajak kubu lain untuk meninggalkan yang jelas salahnya.
Jelaslah kompromi politik dalam Islam itu dilakukan untuk tercapainya kesepakatan-kesepakatan politik dari berbagai kekuatan politik dengan yang menjunjung tinggi kebenaran dan tabu untuk mencederai kebenaran substansial itu.
Sudah sekian lama politik sekuler diterapkan di negeri yang mayoritas Muslim ini selama itu pula rakyat memetik kekecewaan. Karena pansus-pansus itu memang tidak memegang teguh kebenaran substansial. Mereka terjebak ke dalam kompromi politik sekuler. Pada DPR periode 2004-2009 kan sampai dibentuk pansus 6 kali mengangkat enam perkara. Terakhir pansus BBM, semuanya kan seperti yang kita ketahui menginjak-injak kebenaran substansial atau dalam bahasa populernya “masuk angin”.
Umat harus sadar, sesungguhnya tidak akan didapatkan kebenaran substansial dari kompromi politik sekuler. Bila politik machiavelistik (menghalalkan segala cara) ini diteruskan suara rakyat itu hanya dijadikan alat legitimasi saja untuk kepentingan para elite politik.
Jadi sebenarnya kalau berbicara kepentingan rakyat, ya berarti berbicara dan berusaha bagaimana agar uang sebesar 6,7 triliun itu bisa kembali dan yang bertanggung jawab dihukum, kan begitu kongkritnya. Sampai siang tadi 6,7 triliun itu mengalir ke mana tidak jelas, siapa yang bertanggung jawab tidak jelas dalam hasil pansus yang dibacakan Idrus Marham tersebut.[sumber : www.hizbut-tahrir.or.id]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar