Sabtu, 27 Februari 2010

Hukum Islam Tentang Nikah Siri

HTI-Press. Keinginan pemerintah untuk memberikan fatwa hukum yang tegas terhadap pernikahan siri, kini telah dituangkan dalam rancangan undang-undang tentang perkawinan. Sebagaimana penjelasan Nasarudin Umar, Direktur Bimas Islam Depag, RUU ini akan memperketat pernikahan siri, kawin kontrak, dan poligami.

Berkenaan dengan nikah siri, dalam RUU yang baru sampai di meja Setneg, pernikahan siri dianggap perbuatan ilegal, sehingga pelakunya akan dipidanakan dengan sanksi penjara maksimal 3 bulan dan denda 5 juta rupiah. Tidak hanya itu saja, sanksi juga berlaku bagi pihak yang mengawinkan atau yang dikawinkan secara nikah siri, poligami, maupun nikah kontrak. Setiap penghulu yang menikahkan seseorang yang bermasalah, misalnya masih terikat dalam perkawinan sebelumnya, akan dikenai sanksi pidana 1 tahun penjara. Pegawai Kantor Urusan Agama yang menikahkan mempelai tanpa syarat lengkap juga diancam denda Rp 6 juta dan 1 tahun penjara. [Surya Online, Sabtu, 28 Februari, 1009]

Sebagian orang juga berpendapat bahwa orang yang melakukan pernikahan siri, maka suami isteri tersebut tidak memiliki hubungan pewarisan. Artinya, jika suami meninggal dunia, maka isteri atau anak-anak keturunannya tidak memiliki hak untuk mewarisi harta suaminya. Ketentuan ini juga berlaku jika isteri yang meninggal dunia.

Lalu, bagaimana pandangan Islam terhadap nikah siri? Bolehkah orang yang melakukan nikah siri dipidanakan? Benarkah orang yang melakukan pernikahan siri tidak memiliki hubungan pewarisan?

Definisi dan Alasan Melakukan Pernikahan Siri

Pernikahan siri sering diartikan oleh masyarakat umum dengan; Pertama; pernikahan tanpa wali. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia (siri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju; atau karena menganggap absah pernikahan tanpa wali; atau hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan syariat; kedua, pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan negara. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan sipil negara. Ada yang karena faktor biaya, alias tidak mampu membayar administrasi pencatatan; ada pula yang disebabkan karena takut ketahuan melanggar aturan yang melarang pegawai negeri nikah lebih dari satu; dan lain sebagainya. Ketiga, pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu; misalnya karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan siri; atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya.

Adapun hukum syariat atas ketiga fakta tersebut adalah sebagai berikut.

Hukum Pernikahan Tanpa Wali

Adapun mengenai fakta pertama, yakni pernikahan tanpa wali; sesungguhnya Islam telah melarang seorang wanita menikah tanpa wali. Ketentuan semacam ini didasarkan pada sebuah hadits yang dituturkan dari sahabat Abu Musa ra; bahwasanya Rasulullah saw bersabda;

لا نكاح إلا بولي

“Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali.” [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy, lihat, Imam Asy Syaukani, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2648].

Berdasarkan dalalah al-iqtidla’, kata ”laa” pada hadits menunjukkan pengertian ‘tidak sah’, bukan sekedar ’tidak sempurna’ sebagaimana pendapat sebagian ahli fikih. Makna semacam ini dipertegas dan diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw pernah bersabda:

أيما امرأة نكحت بغير إذن وليها فنكاحها باطل, فنكاحها باطل , فنكاحها باطل

“Wanita mana pun yang menikah tanpa mendapat izin walinya, maka pernikahannya batil; pernikahannya batil; pernikahannya batil”. [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy. Lihat, Imam Asy Syaukaniy, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2649].

Abu Hurayrah ra juga meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:

لا تزوج المرأة المرأة لا تزوج نفسها فإن الزانية هي التي تزوج نفسها

”Seorang wanita tidak boleh menikahkan wanita lainnya. Seorang wanita juga tidak berhak menikahkan dirinya sendiri. Sebab, sesungguhnya wanita pezina itu adalah (seorang wanita) yang menikahkan dirinya sendiri”. (HR Ibn Majah dan Ad Daruquthniy. Lihat, Imam Asy Syaukaniy, Nailul Authar VI: 231 hadits ke 2649)

Berdasarkan hadits-hadits di atas dapatlah disimpulkan bahwa pernikahan tanpa wali adalah pernikahan batil. Pelakunya telah melakukan maksiyat kepada Allah swt, dan berhak mendapatkan sanksi di dunia. Hanya saja, syariat belum menetapkan bentuk dan kadar sanksi bagi orang-orang yang terlibat dalam pernikahan tanpa wali. Oleh karena itu, kasus pernikahan tanpa wali dimasukkan ke dalam bab ta’zir, dan keputusan mengenai bentuk dan kadar sanksinya diserahkan sepenuhnya kepada seorang qadliy (hakim). Seorang hakim boleh menetapkan sanksi penjara, pengasingan, dan lain sebagainya kepada pelaku pernikahan tanpa wali.

Nikah Tanpa Dicatatkan Pada Lembaga Pencatatan Sipil

Adapun fakta pernikahan siri kedua, yakni pernikahan yang sah menurut ketentuan syariat namun tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil; sesungguhnya ada dua hukum yang harus dikaji secara berbeda; yakni (1) hukum pernikahannya; dan (2) hukum tidak mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara

Dari aspek pernikahannya, nikah siri tetap sah menurut ketentuan syariat, dan pelakunya tidak boleh dianggap melakukan tindak kemaksiyatan, sehingga berhak dijatuhi sanksi hukum. Pasalnya, suatu perbuatan baru dianggap kemaksiyatan dan berhak dijatuhi sanksi di dunia dan di akherat, ketika perbuatan tersebut terkategori ”mengerjakan yang haram” dan ”meninggalkan yang wajib”. Seseorang baru absah dinyatakan melakukan kemaksiyatan ketika ia telah mengerjakan perbuatan yang haram, atau meninggalkan kewajiban yang telah ditetapkan oleh syariat.

Begitu pula orang yang meninggalkan atau mengerjakan perbuatan-perbuatan yang berhukum sunnah, mubah, dan makruh, maka orang tersebut tidak boleh dinyatakan telah melakukan kemaksiyatan; sehingga berhak mendapatkan sanksi di dunia maupun di akherat. Untuk itu, seorang qadliy tidak boleh menjatuhkan sanksi kepada orang-orang yang meninggalkan perbuatan sunnah, dan mubah; atau mengerjakan perbuatan mubah atau makruh.

Seseorang baru berhak dijatuhi sanksi hukum di dunia ketika orang tersebut; pertama, meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan sholat, jihad, dan lain sebagainya; kedua, mengerjakan tindak haram, seperti minum khamer dan mencaci Rasul saw, dan lain sebagainya; ketiga, melanggar aturan-aturan administrasi negara, seperti melanggar peraturan lalu lintas, perijinan mendirikan bangunan, dan aturan-aturan lain yang telah ditetapkan oleh negara.

Berdasarkan keterangan dapat disimpulkan; pernikahan yang tidak dicatatkan di lembaga pencatatan negara tidak boleh dianggap sebagai tindakan kriminal sehingga pelakunya berhak mendapatkan dosa dan sanksi di dunia. Pasalnya, pernikahan yang ia lakukan telah memenuhi rukun-rukun pernikahan yang digariskan oleh Allah swt. Adapun rukun-rukun pernikahan adalah sebagai berikut; (1) wali, (2) dua orang saksi, dan (3) ijab qabul. Jika tiga hal ini telah dipenuhi, maka pernikahan seseorang dianggap sah secara syariat walaupun tidak dicatatkan dalam pencatatan sipil.

Adapun berkaitan hukum tidak mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara, maka kasus ini dapat dirinci sebagai berikut.

Pertama, pada dasarnya, fungsi pencatatan pernikahan pada lembaga pencatatan sipil adalah agar seseorang memiliki alat bukti (bayyinah) untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar telah melakukan pernikahan dengan orang lain. Sebab, salah bukti yang dianggap absah sebagai bukti syar’iy (bayyinah syar’iyyah) adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara. Ketika pernikahan dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil, tentunya seseorang telah memiliki sebuah dokumen resmi yang bisa ia dijadikan sebagai alat bukti (bayyinah) di hadapan majelis peradilan, ketika ada sengketa yang berkaitan dengan pernikahan, maupun sengketa yang lahir akibat pernikahan, seperti waris, hak asuh anak, perceraian, nafkah, dan lain sebagainya. Hanya saja, dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara, bukanlah satu-satunya alat bukti syar’iy. Kesaksian dari saksi-saksi pernikahan atau orang-orang yang menyaksikan pernikahan, juga absah dan harus diakui oleh negara sebagai alat bukti syar’iy. Negara tidak boleh menetapkan bahwa satu-satunya alat bukti untuk membuktikan keabsahan pernikahan seseorang adalah dokumen tertulis. Pasalnya, syariat telah menetapkan keabsahan alat bukti lain selain dokumen tertulis, seperti kesaksian saksi, sumpah, pengakuan (iqrar), dan lain sebagainya. Berdasarkan penjelasan ini dapatlah disimpulkan bahwa, orang yang menikah siri tetap memiliki hubungan pewarisan yang sah, dan hubungan-hubungan lain yang lahir dari pernikahan. Selain itu, kesaksian dari saksi-saksi yang menghadiri pernikahan siri tersebut sah dan harus diakui sebagai alat bukti syar’iy. Negara tidak boleh menolak kesaksian mereka hanya karena pernikahan tersebut tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil; atau tidak mengakui hubungan pewarisan, nasab, dan hubungan-hubungan lain yang lahir dari pernikahan siri tersebut.

Kedua, pada era keemasan Islam, di mana sistem pencatatan telah berkembang dengan pesat dan maju, tidak pernah kita jumpai satupun pemerintahan Islam yang mempidanakan orang-orang yang melakukan pernikahan yang tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan resmi negara. Lebih dari itu, kebanyakan masyarakat pada saat itu, melakukan pernikahan tanpa dicatat di lembaga pencatatan sipil. Tidak bisa dinyatakan bahwa pada saat itu lembaga pencatatan belum berkembang, dan keadaan masyarakat saat itu belumnya sekompleks keadaan masyarakat sekarang. Pasalnya, para penguasa dan ulama-ulama kaum Muslim saat itu memahami bahwa hukum asal pencatatan pernikahan bukanlah wajib, akan tetapi mubah. Mereka juga memahami bahwa pembuktian syar’iy bukan hanya dokumen tertulis.

Nabi saw sendiri melakukan pernikahan, namun kita tidak pernah menemukan riwayat bahwa melakukan pencatatan atas pernikahan beliau, atau beliau mewajibkan para shahabat untuk mencatatkan pernikahan mereka; walaupun perintah untuk menulis (mencatat) beberapa muamalah telah disebutkan di dalam al-Quran, misalnya firman Allah swt;

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَى وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلَّا تَرْتَابُوا إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki diantaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah mu`amalahmu itu), kecuali jika mu`amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.[TQS AL Baqarah (2):

Ketiga, dalam khazanah peradilan Islam, memang benar, negara berhak menjatuhkan sanksi mukhalafat kepada orang yang melakukan tindakan mukhalafat. Pasalnya, negara (dalam hal ini seorang Khalifah dan orang yang diangkatnya) mempunyai hak untuk menetapkan aturan-aturan tertentu untuk mengatur urusan-urusan rakyat yang belum ditetapkan ketentuan dan tata cara pengaturannya oleh syariat; seperti urusan lalu lintas, pembangunan rumah, eksplorasi, dan lain sebagainya. Khalifah memiliki hak dan berwenang mengatur urusan-urusan semacam ini berdasarkan ijtihadnya. Aturan yang ditetapkan oleh khalifah atau qadliy dalam perkara-perkara semacam ini wajib ditaati dan dilaksanakan oleh rakyat. Siapa saja yang melanggar ketetapan khalifah dalam urusan-urusan tersebut, maka ia telah terjatuh dalam tindakan mukhalafat dan berhak mendapatkan sanksi mukhalafat. Misalnya, seorang khalifah berhak menetapkan jarak halaman rumah dan jalan-jalan umum, dan melarang masyarakat untuk membangun atau menanam di sampingnya pada jarak sekian meter. Jika seseorang melanggar ketentuan tersebut, khalifah boleh memberi sanksi kepadanya dengan denda, cambuk, penjara, dan lain sebagainya.

Khalifah juga memiliki kewenangan untuk menetapkan takaran, timbangan, serta ukuran-ukuran khusus untuk pengaturan urusan jual beli dan perdagangan. Ia berhak untuk menjatuhkan sanksi bagi orang yang melanggar perintahnya dalam hal tersebut. Khalifah juga memiliki kewenangan untuk menetapkan aturan-aturan tertentu untuk kafe-kafe, hotel-hotel, tempat penyewaan permainan, dan tempat-tempat umum lainnya; dan ia berhak memberi sanksi bagi orang yang melanggar aturan-aturan tersebut.

Demikian juga dalam hal pengaturan urusan pernikahan. Khalifah boleh saja menetapkan aturan-aturan administrasi tertentu untuk mengatur urusan pernikahan; misalnya, aturan yang mengharuskan orang-orang yang menikah untuk mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan resmi negara, dan lain sebagainya. Aturan semacam ini wajib ditaati dan dilaksanakan oleh rakyat. Untuk itu, negara berhak memberikan sanksi bagi orang yang tidak mencatatkan pernikahannya ke lembaga pencatatan negara. Pasalnya, orang yang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan negara -- padahal negara telah menetapkan aturan tersebut—telah terjatuh pada tindakan mukhalafat. Bentuk dan kadar sanksi mukhalafat diserahkan sepenuhnya kepada khalifah dan orang yang diberinya kewenangan.

Yang menjadi catatan di sini adalah, pihak yang secara syar’iy absah menjatuhkan sanksi mukhalafat hanyalah seorang khalifah yang dibai’at oleh kaum Muslim, dan orang yang ditunjuk oleh khalifah. Selain khalifah, atau orang-orang yang ditunjuknya, tidak memiliki hak dan kewenangan untuk menjatuhkan sanksi mukhalafat. Atas dasar itu, kepala negara yang tidak memiliki aqad bai’at dengan rakyat, maka kepala negara semacam ini tidak absah menjatuhkan sanksi mukhalafat kepada rakyatnya. Sebab, seseorang baru berhak ditaati dan dianggap sebagai kepala negara jika rakyat telah membai’atnya dengan bai’at in’iqad dan taat. Adapun orang yang menjadi kepala negara tanpa melalui proses bai’at dari rakyat (in’iqad dan taat), maka ia bukanlah penguasa yang sah, dan rakyat tidak memiliki kewajiban untuk mentaati dan mendengarkan perintahnya. Lebih-lebih lagi jika para penguasa itu adalah para penguasa yang menerapkan sistem kufur alas demokrasi dan sekulerisme, maka rakyat justru tidak diperkenankan memberikan ketaatan kepada mereka.

Keempat, jika pernikahan siri dilakukan karena faktor biaya; maka pada kasus semacam ini negara tidak boleh mempidanakan dan menjatuhkan sanksi mukhalafat kepada pelakunya. Pasalnya, orang tersebut tidak mencatatkan pernikahannya dikarenakan ketidakmampuannya; sedangkan syariat tidak membebani seseorang di luar batas kemampuannya. Oleh karena itu, Negara tidak boleh mempidanakan orang tersebut, bahkan wajib memberikan pelayanan pencatatan gratis kepada orang-orang yang tidak mampu mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan Negara.

Kelima, pada dasarnya, Nabi saw telah mendorong umatnya untuk menyebarluaskan pernikahan dengan menyelenggarakan walimatul ‘ursy. Anjuran untuk melakukan walimah, walaupun tidak sampai berhukum wajib akan tetapi nabi sangat menganjurkan (sunnah muakkadah). Nabi saw bersabda;

حَدَّثَنَا أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ

“Adakah walimah walaupun dengan seekor kambing”.[HR. Imam Bukhari dan Muslim]

Banyak hal-hal positif yang dapat diraih seseorang dari penyiaran pernikahan; di antaranya adalah ; (1) untuk mencegah munculnya fitnah di tengah-tengah masyarakat; (2) memudahkan masyarakat untuk memberikan kesaksiannya, jika kelak ada persoalan-persoalan yang menyangkut kedua mempelai; (3) memudahkan untuk mengidentifikasi apakah seseorang sudah menikah atau belum.

Hal semacam ini tentunya berbeda dengan pernikahan yang tidak disiarkan, atau dirahasiakan (siri). Selain akan menyebabkan munculnya fitnah; misalnya jika perempuan yang dinikahi siri hamil, maka akan muncul dugaan-dugaan negatif dari masyarakat terhadap perempuan tersebut; pernikahan siri juga akan menyulitkan pelakunya ketika dimintai persaksian mengenai pernikahannya. Jika ia tidak memiliki dokumen resmi, maka dalam semua kasus yang membutuhkan persaksian, ia harus menghadirkan saksi-saksi pernikahan sirinya; dan hal ini tentunya akan sangat menyulitkan dirinya. Atas dasar itu, anjuran untuk mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara menjadi relevan, demi mewujudkan kemudahan-kemudahan bagi suami isteri dan masyarakat serta untuk mencegah adanya fitnah.

Bahaya Terselubung Surat Nikah

Walaupun pencatatan pernikahan bisa memberikan implikasi-implikasi positif bagi masyarakat, hanya saja keberadaan surat nikah acapkali juga membuka ruang bagi munculnya praktek-praktek menyimpang di tengah masyarakat. Lebih-lebih lagi, pengetahuan masyarakat tentang aturan-aturan Islam dalam hal pernikahan, talak, dan hukum-hukum ijtimaa’iy sangatlah rendah, bahwa mayoritas tidak mengetahui sama sekali. Diantara praktek-praktek menyimpang dengan mengatasnamakan surat nikah adalah;

Pertama, ada seorang suami mentalak isterinya sebanyak tiga kali, namun tidak melaporkan kasus perceraiannya kepada pengadilan agama, sehingga keduanya masih memegang surat nikah. Ketika terjadi sengketa waris atau anak, atau sengketa-sengketa lain, salah satu pihak mengklaim masih memiliki ikatan pernikahan yang sah, dengan menyodorkan bukti surat nikah. Padahal, keduanya secara syar’iy benar-benar sudah tidak lagi menjadi suami isteri.

Kedua, surat nikah kadang-kadang dijadikan alat untuk melegalkan perzinaan atau hubungan tidak syar’iy antara suami isteri yang sudah bercerai. Kasus ini terjadi ketika suami isteri telah bercerai, namun tidak melaporkan perceraiannya kepada pengadilan agama, sehingga masih memegang surat nikah. Ketika suami isteri itu merajut kembali hubungan suami isteri –padahal mereka sudah bercerai–, maka mereka akan terus merasa aman dengan perbuatan keji mereka dengan berlindung kepada surat nikah. Sewaktu-waktu jika ia tertangkap tangan sedang melakukan perbuatan keji, keduanya bisa berdalih bahwa mereka masih memiliki hubungan suami isteri dengan menunjukkan surat nikah.

Inilah beberapa bahaya terselubung di balik surat nikah. Oleh karena itu, penguasa tidak cukup menghimbau masyarakat untuk mencatatkan pernikahannya pada lembaga pencatatan sipil negara, akan tetapi juga berkewajiban mendidik masyarakat dengan hukum syariat –agar masyarakat semakin memahami hukum syariat–, dan mengawasi dengan ketat penggunaan dan peredaran surat nikah di tengah-tengah masyarakat, agar surat nikah tidak justru disalahgunakan.

Selain itu, penguasa juga harus memecahkan persoalan perceraian yang tidak dilaporkan di pengadilan agama, agar status hubungan suami isteri yang telah bercerai menjadi jelas. Wallahu a’lam bi al-shawab. (Syamsuddin Ramadhan An Nawiy).
sumber : www.hizbut-tahrir.or.id
"Sebaik2 hari adlh hari yg memberi tambahan kesabaran kepadamu, yg memberikan ilmu kpdmu, yg mencegah agar tak semakin tenggelam dalam dosa, yg membukakan pemahaman, n yg memberikan tekad yg kuat dalam dirimu. DR.Aidh Alqorni"

Selasa, 23 Februari 2010

Perempuan dan Pasangan Hidup, Sebuah Opini

Dialog Metro TV tadi pagi menghadirkan motivator kondang Mario Teguh dan Direktur Eksekutif Jurnal Perempuan, Mariana. Topiknya, seputar postingan Mario Teguh di situ jejaring sosial Twitter yang memicu kontroversi sehingga Mario sampai memutuskan untuk menutup akun Twitternya.

Postingan yang kontroversial itu menyangkut wejangan Mario soal memilih calon pasangan hidup yang baik. Salah satu point wejangan yang ditulis Mario adalah "Wanita yang pantas untuk teman pesta, clubbing, begadang sampai pagi, chitcat yang snob, merokok dan kadang mabuk, tidak mungkin direncanakan jadi istri" yang ternyata memicu polemik.

Saya tidak tahu sedahsyat apa polemik yang terjadi (karena akunnya keburu ditutup dan saya tidak bisa menelusuri tanggapan-tanggapan atas pernyataan tersebut). Tapi saya menduga, banyak kaum perempuan yang keberatan dengan point yang ditulis Mario itu ditambah melihat nara sumber pembanding yang dhadirkan dalam dialog Metro TV tadi pagi adalah aktivis perempuan dari Jurnal Perempuan.

Saya pribadi, sebagai perempuan, tidak keberatan apalagi tersinggung dengan pernyataan itu dan merasa tidak ada yang salah dengan apa yang dikatakan Mario Teguh itu. Jadi, kenapa harus diributkan? Kalau dugaan saya benar bahwa banyak kaum perempuan yang keberatan dengan pernyataan itu, adakah argumen yang masuk akal untuk menyalahkan pernyataan itu?

Rasanya dari sisi manapun, sulit mengatakan bahwa kaum perempuan yang suka melakukan hal yang disebutkan Mario di atas adalah perempuan yang baik. Nilai-nilai moral dan sosial yang berlaku universal saja, rasanya sulit menerima jika keluar malam, begadang sampai pagi, merokok dan mabuk (apalagi dilakukan oleh seorang perempuan) dianggap sebagai sebuah kepantasan. Bahkan di negara Barat yang pergaulannya bebas sekalipun.

Perempuan yang baik tentu paham mana yang pantas dan tidak pantas. Dan saya yakin, laki-laki manapun pasti berpikir dua kali untuk menjadikan perempuan seperti yang disebut Mario sebagai calon isteri, kecuali laki-laki yang bersangkutan punya kebiasaan yang sama.

Ini sekedar pendapat pribadi saja, tanpa bermaksud memandang rendah siapa pun atau membanggakan diri sebagai perempuan baik-baik. Pengalaman pernah meliput dunia hiburan memberi pemahaman pada saya, bahwa kehidupan (hiburan) malam hampir pasti dekat dengan kemaksiatan.

Anyway, saya salut dengan sikap Mario Teguh yang rendah hati mau minta maaf atas pernyataannya itu, meski menurut saya hal itu tidak perlu dilakukan seorang Mario Teguh.

Tapi sebenarnya ada hal penting yang saya catat dari dialog di Metro TV tadi pagi. Ini terkait dengan pernyataan Direktur Eksekutif Jurnal Perempuan, Mariana yang mengatakan bahwa Mario Teguh sudah mirip seorang ahli agama dan bukan motivator terkait pernyataan Mario di atas.

Jujur saja, saya sempat tercengang mendengar tudingan itu dilontarkan seorang aktivis perempuan yang organisasinya selama ini dikenal sebagai pembela hak-hak asasi perempuan. Kalau Mariana memprotes Mario berdasarkan alasan bias gender, saya mungkin masih maklum. Biasalah, wacana feminisme. Tapi kalau sudah disangkutpautkan dengan agama, menurut saya sangat serius. Adakah agama yang merendahkan kaum perempuan sedemikian rupa, sehingga membolehkan kaum perempuannya keluyuran malem untuk tujuan bersenang-senang, apalagi merokok dan mabuk? Rasanya enggak ada yang agama yang seperti itu.

Pernyataan Mariana mengisyaratkan bahwa masalah mencari jodoh tidak ada sangkut pautnya dengan agama. Sebuah karakter sekularisme yang ingin menjauhkan agama dari aspek kehidupan manusia. Buat kaum Muslimin, tentu saja pernyataan Mariana tak berlaku. Karena agama adalah pertimbangan penting ketika seseorang mencari pasangan hidup.

Nabi Muhammad Saw. dalam sebuah hadisnya yang mengatakan, "Perempuan dinikahi karena empat faktor. Karena hartanya, nasabnya, kecantikannya dan karena agamanya. Maka menangkanlah wanita yang baik agamanya, maka engkau akan beruntung."

(Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, al-Nasa’i, Abu Dawud Ibn Majah Ahmad ibn Hanbal, dan al-Darimi dalam kitabnya dari sahabat Abu Hurairah ra.)

Pada akhirnya, saya cuma mengelus dada mendengar pernyataan Mariana dan membuat saya makin skeptis dengan wacara feminisme dan perjuangan membela hak asasi perempuan yang didengung-dengungkan para aktivis perempuan yang cenderung sekular ini. Buat mereka, atas nama hak asasi perempuan, perempuan yang suka keluar malam dan begadang sampai pagi adalah hal wajar.

Suara mereka begitu lantang ketika ada kaum perempuan dari kelompok ini yang mereka anggap sudah dilanggar hak-haknya. Tapi ketika ada perempuan, muslimah yang dilanggar hak-haknya, seperti dilarang mengenakan jilbab di tempat kerjanya, suara para aktivis perempuan itu nyaris tak terdengar. Membela hak kaum perempuan seharusnya juga memuliakan kaum perempuan. Bukankah begitu? (Magdalena. K)
sumber : www.eramuslim.com

Daftar Negara Pengutang Terbesar di Dunia

Akibat krisis keuangan, banyak pemerintah yang membutuhkan bantuan keuangan untuk memulihkan ekonomi mereka. Salah satu imbasnya adalah mendongkrak jumlah utang mereka.

Anggaran defisit, utang pemerintah adalah hal yang normal di negara-negara barat. Namun, akibat krisis ekonomi, posisi utang sejumlah negara menjadi lebih buruk dibandingkan negara lainnya.

Utang luar negeri adalah kewajiban negara terhadap pihak asing, baik pokok maupun bunga oleh pemerintah dan institusi lainnya. Jumlah itu tak hanya mencakup utang pemerintah, tetapi juga utang yang dimiliki oleh swasta dan individu terhadap kreditor luar negeri.

Nah, bagaimana imbas krisis keuangan global, terhadap posisi utang negara yang paling terkena dampak krisis, Amerika Serikat terhadap negara lainnya?

Indikator yang biasa digunakan untuk membandingkan beban utang adalah jumlah utang terhadap produk domestik bruto (PDB). Ini untuk menunjukkan seberapa besar kemampuan suatu negara untuk membayar kembali utang mereka.

Jika dilihat dari total utangnya, Amerika Serikat memang merupakan negara dengan nilai utang terbesar di dunia, yakni sebesar US$ 13,67 triliun. Namun, jika ditengok dari rasio utang terhadap PDB, Irlandia adalah negara dengan beban utang terbesar dibandingkan kemampuannya untuk membayar, yakni 1.352 persen. Jauh lebih besar pasak daripada tiang.

Laporan ini, mengacu pada data Bank Dunia tentang 75 negara dengan kemampuan ekonomi terbesar yang memiliki beban utang tinggi dibandingkan rasio PDB. Laporan yang dimuat CNBC pekan lalu ini membandingkan 20 negara terbesar. Berikut ini perinciannya:

1. Irlandia
Rasio Utang (% PDB): 1.352%
Utang luar negeri: $2,39 triliun (2009 Q3)
2009 GDP : $177,3 miliar

2. Inggris
Rasio Utang (% PDB): 427,6%
Utang luar negeri: $9,26 triliun (2009 Q3)
PDB 2009 (prediksi): $2,17 triliun

3. Belanda
Rasio Utang (% PDB): 395,6%
Utang luar negeri: $2,58 triliun (2009 Q3)
PDB 2009 (prediksi): $652 miliar

4. Swiss
Rasio Utang (% PDB): 390%
Utang luar negeri: $1,23 triliun (2009 Q3)
PDB 2009 (prediksi): $316,1 miliar

5. Belgia
Rasio Utang (% PDB): 345,6%
Utang luar negeri: $1,32 triliun (2009 Q3)
PDB 2009 (prediksi): $381,4 miliar

6. Denmark
Rasio Utang (% PDB): 315,2%
Utang luar negeri: $627,6 miliar (2009 Q3)
PDB 2009 (prediksi): $199,1 miliar

7. Swedia
Rasio Utang (% PDB): 275%
Utang luar negeri: $916,42 miliar (2009 Q3)
PDB 2009 (prediksi): $333,2 miliar

8. Austria
Rasio Utang (% PDB): 268,9%
Utang luar negeri: $869,13 miliar (2009 Q3)
PDB 2009 (prediksi): $323,2 miliar

9. Prancis
Rasio Utang (% PDB): 247,2%
Utang luar negeri: $5,22 triliun (2009 Q3)
PDB 2009 (prediksi): $2,11 triliun

10. Portugis
Rasio Utang (% PDB): 231,5%
Utang luar negeri: $538,1 miliar (2009 Q3)
PDB 2009 (prediksi): $232,4 miliar

11. Hong Kong
Rasio Utang (% PDB): 218,8%
Utang luar negeri: $659,27 miliar (2009 Q3)
PDB 2009 (prediksi): $301,3 miliar

12. Norwegia
Rasio Utang (% PDB): 208,9%
Utang luar negeri: $577,80 miliar (2009 Q3)
PDB 2009 (prediksi): $276,5 miliar

13. Finlandia
Rasio Utang (% PDB): 205,7%
Utang luar negeri: $376,8 miliar (2009 Q3)
PDB 2009 (prediksi): $183,1 miliar

14. Jerman
Rasio Utang (% PDB): 189,4%
Utang luar negeri: $5,33 triliun (2009 Q3)
PDB 2009 (prediksi): $2,81 triliun

15. Spanyol
Rasio Utang (% PDB): 184,7%
Utang luar negeri: $2,53 triliun (2009 Q3)
PDB 2009 (prediksi): $1,37 triliun

16. Mesir
Rasio Utang (% PDB): 175,3%
Utang luar negeri: $594,60 miliar (2009 Q3)
PDB 2009 (prediksi): $339,2 miliar

17. Italia
Rasio Utang (% PDB): 154,6%
Utang luar negeri: $2,71 triliun (2009 Q3)
PDB 2009 (prediksi): $1,76 triliun

18. Hungaria
Rasio Utang (% PDB): 124,2%
Utang luar negeri: $231,33 miliar (2009 Q2)
PDB 2009 (prediksi): $186,3 miliar

19. Australia
Rasio Utang (% PDB): 108,8%
Utang luar negeri: $891,26 miliar (2009 Q2)
PDB 2009 (prediksi): $819 miliar

20. Amerika Serikat
Rasio Utang (% PDB): 95,9%
Utang luar negeri: $13,67 triliun (2009 Q3)
PDB 2009 (prediksi): $14,25 triliun

sumber : vivanews.com (23/2/2010)

Perusahaan Pertambangan Pengemplang Pajak Terbesar

Setelah mengungkap 100 perusahaan penunggak pajak terbesar, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak kembali merilis sektor-sektor usaha yang mengemplang pajak paling gede. Pertambangan dan penggalian menempati urutan teratas.

Nilai tunggakan sektor pertambangan dan penggalian mencapai Rp 2,92 triliun. Angka tersebut berasal dari lima perusahaan. Kemudian diikuti bidang usaha real estate, perusahaan, dan jasa perusahaan. Di sektor ini ada tujuh perusahaan yang menunggak pajak sebanyak Rp 2,44 triliun.

Direktur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo menyatakan, pihaknya akan terus melakukan penagihan. “Tindakan penagihan dari wajib pajak yang belum lunas tersebut dilakukan baik secara soft collection maupun hard collection,” katanya dalam jawaban tertulis yang dikirim kepada Komisi Keuangan (XI) DPR, kemarin (22/2/2010).

Sewaktu menagih tunggakan pajak, Tjiptardjo mengatakan, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan dibantu kepolisian untuk proses keamanan, penangkapan, penahanan, serta bimbingan penyidikan. Akan tetapi, penyidikan tindak pidana perpajakan tetap dilakukan oleh Ditjen Pajak.

Sampai sekarang, Ditjen Pajak telah menerbitkan surat paksa untuk 37 wajib pajak. Lalu, penyitaan terhadap 13 wajib pajak, pemblokiran atas 10 wajib pajak, pencegahan terhadap 12 wajib pajak, dan gijzeling atau sandera badan alas satu wajib pajak.

Anggota Komisi XI DPR, Harry Azhar Aziz, mengungkapkan, pihaknya akan memanggil para penunggak pajak untuk meminta klarifikasi. “Sekaligus mendengar masukan dari mereka, apakah undang-undang perpajakan yang baru lebih baik atau malah membuka peluang pidana perpajakan,” ujar dia.

Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu bilang, lembaganya sudah menggelar rapat koordinasi dengan Ditjen Pajak, Ahad (21/2/2010) lalu. “Semua permasalahan pajak terkait dengan BUMN sudah diselesaikan dan tidak ada lagi istilah tunggakan pajak di BUMN,” kata dia. (kompas.com, 23/2/2010)

Kamis, 04 Februari 2010

Kebakaran Tambang



Pengaruh Media bagi prilaku anak-anak di sekolah




Hamparan sawah hijau mengiringi langkahku pagi ini untuk bertemu dengan anak-anakku. Angin pagi yang dingin menerpa wajahku hingga menusuk ke sanubari tulang belulangku. Lokasi tempatku mengajar sangat jauh dari kampusku. Kalau naik angkot, harus menunggu beberapa menit dan angkot ke daerahku mengajar sangat jarang serta kondisi jalannya pun tak semulus di kota. Belum lagi kalau musim hujan. Kondisi kelas yang banjir membuat siswa harus membuka sepatu saat kegiatan belajar mengajar. Kondisi ini sangat jauh jika dibandingkan dengan kondisi sekolah di perkotaan.
Ya….dalam situasi sibuknya perkuliahan menyelesaikan tugas akhir dan pekerjaan sampingan di laboratorium, ku sempatkan diri untuk meluangkan waktu memberikan ilmu. Kalau orang bilang bekerja, Aku tidak menganggap seperti itu. Mereka adalah anak-anakku yang harus ku didik. Anak-anak yang ku sayang.
Awalnya ku mengajar, memang terasa berat. Entah mengapa seolah-olah di pundakku ada beban berat yang harus ku pikul sendiri. Kalau dibayangkan memang tugas seorang guru memang berat dan tanggung jawabnya pun besar. Ku coba lalui semua itu dengan keyakinan bahwa Allah akan menolongku, memberikan rahmatNya dalam setiap langkahku. Langkah perjuangan tak hanya materi Ilmu Sains saja tetapi Ilmu Hidup juga untuk bekal mereka nantinya. hari demi hari berlalu, Aku perhatikan setiap tingkah yang mereka perbuat. Ku kenali mereka satu persatu, wataknya, karakter, sikap dan kepribadian yang sudah melekat pada mereka. Lalu ku dekati, ku tanya apa mau mereka?...Masa puber??? Tentu…. umur segitu (SLTP) adalah masa-masa mereka banyak mencari. Apapun yang mereka lakukan dalam artian hanya ingin perhatian dan perlakuan lebih dari orang dewasa.
Aku temukan akhirnya apa yang menjadi bebanku selama ini. Sikap merekalah yang menjadikan aku bingung. Apalagi lingkungan mereka yang jauh dari kehidupan Islam yang sesungguhnya. Lingkungan yang membuat mereka cuek, masa bodoh, dan tidak peduli baik terhadap diri sendiri dan orang lain. Ya mengubah prilaku tersebut sampai akhirnya mau menurut dengan aturan mainku juga tidak gampang. Egoku yang turun naikpun harus kustabilkan di depan mereka saat itu juga. Mengajar dengan marah, hal itu tidak akan merubah kondisi mereka. Justru akan membuat mereka belajar dalam kondisi tegang dan tidak nyaman. Kalau sudah begini biasanya butuh trik-trik tersendiri.
Hidup bermakna…ya kutemukan saat itu juga. Hal lain yang menjadikan hidupku bermakna. Menjalankan perintah Allah tentunya. Mendapatkan Ilmu dan bagaimana membagikan ilmu itu kepada orang lain. Pengalaman mendidik anak-anak dan juga dekat dengan mereka. Mendengarkan segala keluh kesah mereka. Menjadi seorang Guru tidaklah Gampang dan juga tidak terlalu sulit. Asalkan tau bagaimana cara mengontrol mereka. Seorang guru juga mempunyai andil bagaimana membina sikap mereka. Walaupun peran orang tua merekalah yang utama. Tetapi tidak ubahnya peran masing-masing ada peran lain yang mempengaruhi mereka yaitu media. Sarana pertelevisian yang semakin marak dengan jauhnya bimbingan akhlak juga ikut andil. Bimbingan orang tua yang seharusnya mendidik tidak berjalan sebagaimana mestinya. Karena orang tua pun kebanyakan ikut terbawa arus ini dengan banyaknya sinetron-sinetron kesayangan mereka.
Hal inilah yang menjadi salah satu beban guru di sekolah. Dengan tingkah anak-anak yang selalu ingin diperhatikan menjadikan mereka juga bersikap cuek dan masa bodoh. Tetapi seiring dengan waktu perubahan anak-anakku pun dimulai. Mereka harus mengikuti aturan mainku. Bermain sambil belajar dan tak lupa aku ajarkan bagaimana menyikapi sesuatu dimulai dari ketakwaan kepada Allah. Karena dasar pendidikan mereka yang sudah berbasis ISLAM memudahkanku untuk memberikan konsep ini. Tinggal beberapa langkah lagi. Semoga sepeninggalku nanti apa-apa yang aku berikan dapat menjadikan sebuah pegangan untuk bekal mereka kedepannya. Menjadi murid-murid sholeh yang benar-benar memperjuangkan ISLAm tidak hanya dari segi ilmu tapi juga penerapannya.
Lucu dan senang…mungkin ini adalah cerita-cerita yang lucu saat aku mengajar.

Sedang enak-enak menerangkan ada murid cowok yang tertidur di kelas 1, sambil manggut-manggut
G : Loh……kok kamu tidur………? Kan Ibu lagi nerangin di depan, tidur jam berapa tadi malam?
M : jam 10 Bu.
G : kok tidur jam 10 udah ngantuk?
M : saya tadi malam nonton Bu
G : nonton apa?
M : nonton inayah Bu
Astagfirullah….. anak cowok kok tontonannya inayah, aku termangu sambil menasehati.

Sewaktu mengajar di kelas 2 ada anak cowok yang iseng padaku
M : Ibu…Ibu….tulisana menih bagus pisan Bu
G : (bercanda) ih kamu……tenang aja walau kamu muji Ibu, nilai matematika kamu tetap segitu kok
Spontan anak-anak pada tertawa.

Waktu itu aku dikelilingi oleh anak-anak cewek kelas 1, kalo udah begini serasa jadi putri salju ama kurcaci. Ada yang pegang tangan kananku ada yang pegang tangan kiriku….karena mereka masih penasaran mereka pun bertanya…
M : Ibu…..Ibu……udah nikah blom Bu
G : (senyum manis) ayo tebak udah, blom?
M2 : udah….. liat aja Ibu pakai cincin.
G : hmmmmm…. Ibu blom nikah…..emang knapa?
M : Ibu…..Ibu….ikutan acara yg di tipi itu aja Bu….itu lo Bu Take Me Out…
G : (waduh nich anak-anak pada gemesin)…..Ah Ibu g mau ikutan yang begituan…kamu ini ada-ada saja…ayo masuk kelas…… belajar…nanti dicariin lo ama gurunya
M : itu Bu kita disuruh nyatet kok…jadi udah pada selese…
G : (senyum manis)

Menghadapi anak Bandel (cowok) di kelas 2
G : kok mukanya dicoret-coret…..ukiran apaan pula itu
M : ih Ibu bagus loh ini Bu..
G : bagus apanya..kan ganteng kamu jadi ilang
M2 ; emang dia ganteng Bu
G : enggak juga sih (tertawa manis), ya udah sana bersihin di toilet sampai bersih ya.
M : Ya Bu…

Giliran absensi murid kelas 1
G : suherti
MM : ha….ha…..
M : Ibu…Ibu…bukan suherti tapi suheri….
G : o….maap..maap Ibu salah liat…mana suheri angkat tangan…
Ooo…suheri yang itu to….tapi tunggu sebentar..kok muka kamu mirip artis ya..itu lo tapi Ibu lupa namanya siapa
MM : haa…ha….
S : tersenyum malu….



Aku paling senang saat mereka mengerjakan latihanku mereka selalu bersemangat, selalu bertanya kalau tidak mengerti, selalu menunjukkan wajah berseri mereka kalau mengerti apa yang aku terangkan. Apalagi kalau mendikte angka, suara mereka terdengar hingga ujung kulon. 
Sebenarnya masih banyak cerita lucu yang lain, tidak hanya dari murid tetapi dari guru-guru yang lain. Ya….Begitulah anak-anak….mereka membuatku betah mengajar di sekolah




Rabu, 03 Februari 2010

Nafais Tsamarat




Nafais Tsamarat: KEBENCIAN ALLAH PADA HAMBA YANG SIBUK DENGAN PERKARA YANG TIADA GUNA

Al-Fudhail bin Iyadh berkata, Anda meminta surga kepada-Nya, sementara Anda menghadap-Nya dengan membawa sesuatu yang Dia benci. Aku tidak melihat orang yang begitu minim memperhatikan dirinya, ketimbang Anda.

Ma’ruf al-Karkhi berkata, tanda kebencian Allah Azza wa Jalla kepada hamba-Nya adalah ketika Dia melihatnya sibuk dengan perkara yang tidak ada gunanya.
– Imam an-Nawawi, Bustanu al-’Arifin, hal. 129.


Nafais Tsamarat: BEKALI DIRI DENGAN ILMU


Sebaik-baik perkara adalah membekali diri dengan ilmu. Jika seseorang merasa cukup dengan apa yang diketahuinya, maka dia telah diperbudak oleh pikiran (pandangan)-nya.

Akhirnya, dia pun begitu mengagungkan dirinya, sehingga menghalanginya untuk belajar kepada orang lain. Padahal, dengan saling belajar, akan tampak kesalahan (dan kekurangan)-nya.

- Ibn Jauzi, Shaid al-Khathir, hal 62.


Nafais Tsamarat: LETAKKANLAH KEMATIAN DI DEPAN MATA

LETAKKANLAH KEMATIAN DI DEPAN MATAMU! Wajib bagi orang yang berakal, menyiapkan bekal untuk perjalanannya. Karena dia tidak tahu kapan keputusan Tuhannya (kematian) akan megejutkannya.

Dia juga tidak tahu, kapan akan dipanggil? Orang berakal adalah orang yang memberikan tiap kesempatan kepada haknya. Jika diserang oleh kematian, diapun tampak siap. Dan jika dia meraih impiannya, itu akan menambah kebaikan.

– Ibn al-Jauzi, Shaid al-Khathir, hal. 4.


Nafais Tsamarat: SATUKAN KALBUMU KETIKA MEMBACA DAN MENDENGAR AL QUR'AN


Jika Anda ingin mendapatkan manfaat dari al-Quran, maka satukan kalbumu ketika membaca dan mendengarkannya. Tautkanlah pendengaranmu. Hadirkanlah kehadiran Dzat yang menyerunya, yaitu Allah SWT yang menitahkannya, karena al-Quran adalah seruan dari-Nya kepada Anda, melalui lisan Rasulullah SAW: (Sesungguhnya dalam hal itu ada peringatan bagi siapa saja yang mempunyai hati.. [Q.s. Qaf: 37])

– Ibn al-Qayyim, al-Fawaid, hal. 2.

Nafais Tsamarat: HATI LAYAKNYA BADAN


Hati bisa sakit layaknya badan. Namun akan sembuh jika bertaubat dan bersemangat.
Hati bisa galau layaknya kilauan cermin, dan bisa diredam dengan dzikir.
Hati pun bisa telanjang seperti badan dan hiasannya adalah takwa.
Hati pun bisa dahaga dan lapar, seperti badan, dan minumannya adalah makrifat (mengenal Allah), mencintai-Nya, tawakkal dan kembali kepada-Nya, serta mengabdi untuk-Nya.

- Ibn al-Qayyim, al-Fawaid, hal 64.

Nafais Tsamarat: MENJAGA LISAN

Syaikh Islam, Ibnu Taimiyah berkata: Aneh sekali, ketika orang mudah menjaga diri dari memakan makanan haram, berbuat zalim, mencuri, minum khamer, melihat perkara yang diharamkan, dsb; tetapi, dia sulit menjaga gerakan lisannya, sehingga Anda melihat orang yang beragama, zuhud dan ahli ibadah, tetapi ucapannya dimurkai Allah, dan dia tidak peduli..

Berapa banyak Anda lihat, orang wara’ dari perkara keji dan zalim, sementara lisannya lancang menebar kebohongan terhadap orang yang hidup dan mati, tapi dia tidak hirau terhadap apa yang diomongkan.


Nafais Tsamarat: KEUTAMAAN SHOLAT DAN ISTIGFAR

Rasulullah SAW bersabda: “Shalat Dhuha akan mendatangkan rizki dan mencegah kefakiran“.
Beliau juga “berpesan kepada Abu Hurairah: “Perintahkanlah keluargamu shalat, karena Allah akan mendatangkan rizkimu dr jalan yang tidak terduga”
Juga berpesan: Siapa saja yang melanggengkan istighfar, Allah akan menjadikan kemudahan dalam setiap kesulitan, jalan keluar dalam setiap kesempitan dan memberinya rizki dengan tak terduga

- Jamaluddin, an-Nurain fi Ishlah ad-Darain, hal 1.


Nafais Tsamarat: JANGAN REMEHKAN SEDIKITPUN PEKERJAANMU


Jangan remehkan sedikitpun pekerjaanmu dengan mlaksanakannya esok. Segeralah kerjakan haria ini, meski itu kecil.
Karena sekecil-kecil pekerjaan, jika terakumulasi akan menjadi banyak. Boleh jadi saat itu Anda dalam kondisi lemah, sehingga semuanya tidak terlaksana.
Jangan remehkan sesuatu yang Anda harap bisa menambah neraca kebaikan Anda di Hari Kiamat. Jika Anda bisa, segera kerjakan sekarang, meski itu kecil. Jika tidak, boleh jadi banyak hal akan menghalangi Anda dan kalau perkara itu sudah terakumulasi, maka ia justru akan melemparkan Anda ke neraka (Ibn Hazem, al-Akhlaq wa as-Siyar, juz I, hal 6).


Nafais Tsamarat: Orang yang Berbahagia adalah Orang yang Sedikit dan Minim Sekali Aibnya


La ‘alima an-naqishu naqshahu lakana kamilan, wa la yakhlu makhluq min ‘aibin. Fa as-sa’idu man qallat ‘uyubuhu wa daqqat

Jika orang yang serba kurang mengetahui kekurangannya, pasti dia akan menjadi sempurna, dan ternyata tak ada satu makhluk pun tanpa aib [cela]. Maka, orang yang berbahagia adalah orang yang sedikit dan minim sekali aibnya)

*) Ibn Hazem, al-Akhlaq wa as-Siyar, juz I, hal 6.


Nafais Tsamrah: Manusia Wajib Mengetahui Kebaikan dan Melaksanakan
nya

Manusia wajib mengetahui kebaikan (ta’allum al-khair) dan melaksanakannya.
Siapa saja yang mengumpulkan keduanya, dia telah memiliki dua kemuliaan sekaligus.
Siapa saja yang mengetahui kebaikan, tapi tidak melaksanakannya, maka dia baik dalam pengetahuan, tapi buruk dalam perbuatan.

Orang seperti ini telah mencampurkan antara amal shalih dan keburukan.Meski dia lebih baik daripada orang yg tidak tahu dan tidak melakukan kebaikan.Orang seperti ini tidak memiliki sedikit pun kebaikan.
Tapi dia masih mending ketimbang orang melarang orang lain mempelajari kebaikan dan menghalang-halangi melaksanakannya.

*)Ibn Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, juz I, hal 26.

Akhlak Para Sahabat : Tawadlu’


Rasulullah saw bersabda:Sahabat-sahabatku itu bagaikan bintang-bintang. Dengan (sahabat-sahabat) manapun kalian mengarahkan (pandangan)-nya, maka (keberadaannya) menjadi petunjuk bagi kalian.

Tawadlu’

Telah sampai kepada Abu Ubaidah bin al-Jarrah cerita orang-orang di Syam tentang dirinya. Mereka terpesona terhadap gelar amirul umara (panglima besar) yang disandangnya. Ia mengumpulkan mereka dan berbicara di depan mereka: “Wahai manusia, sesungguhnya aku seorang muslim dari suku Quraisy. Siapa saja diantara kalian yang berkulit merah atau pun yang berkulit hitam, yang lebih bertakwa kepada Allah daripada aku, maka aku ingin sekali dibimbing olehnya”.

Ketika Amirul Mukminin Umar mengunjungi Syam, ia bertanya tentang saudaranya, mereka malah bertanya: “Siapa saudaramu itu?”. Ia menjawab: “Abu Ubaidah bin al-Jarrah”. Abu Ubaidah pun datang dan kemudian dirangkul Amirul Mukminin. Lalu Abu Ubaidah mengajaknya ke rumahnya. Di sana, Umar tidak mendapati perabotan apapun di dalam rumahnya kecuali pedang, perisai, dan pelana miliknya. Umar bertanya kepadanya sambil tersenyum: “Mengapa engkau tidak mengambil harta untuk kepentinganmu sendiri sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang?” Abu Ubaidah menjawab: “Wahai Amirul Mukminin, ini semua sudah cukup menjadikan aku bisa istirahat dan tidur sejenak.”

Selasa, 02 Februari 2010

Kerapuhan Sistem Finansial Kapitalis



Oleh : H. Dwi Condro Triono, SP., M.Ag**

1. PENDAHULUAN

Aktivitas ekonomi senantiasa berputar dalam dua kelompok pasar. Pasar yang pertama disebut pasar barang, yang terdiri dari pasar barang dan jasa. Pasar yang kedua disebut pasar faktor produksi, yang terdiri dari pasar lahan, pasar tenaga kerja dan pasar keuangan. Keberadaan pasar faktor produksi tentu saja adalah untuk mendukung keberadaan pasar barang.

Namun, dalam perkembangan sistem ekonomi kapitalisme, ada pasar salah satu dari pasar faktor produksi yang mengalami perkembangan teramat pesat. Pasar tersebut tidak lain adalah pasar keuangan atau yang biasa dikenal dengan financial market. Pesatnya perkembangan pasar ini bahkan sampai mengakibatkan pasar ini terlepas dari induknya, kemudian menjadi pasar yang berkembang sendiri. Keberadaan pasar ini kemudian dikenal dengan pasar non riil, sebagai lawan dari pasar riil atau pasar barang.

Keberadaan pasar keuangan ini berkembang dengan sangat luas dan sangat kompleks, sehingga menjadi sebuah pasar yang berjalan dengan sebuah mekanisme atau sistem yang teramat rumit. Sistem ini kemudian dikenal dengan sistem finansial/keuangan (financial system).

Untuk memahami keberadaan sistem ini memang tidak mudah. Namun, dapat kita mulai dengan pendekatan filosofi yang paling sederhana, yaitu dimulai dengan memahami hakikat dari pasar uang itu sendiri.

Setelah kita memahami secara sekilas tentang seluk beluk dari pasar uang tersebut, barulah kita akan membahas secara agak lebih mendalam, mengapa sistem keuangan dalam sistem ekonomi kapitalisme tersebut sangatlah rapuh dan senantiasa menjadi sumber krisis ekonomi.

2. PENGERTIAN PASAR UANG

Untuk memahami apa yang dimaksud dengan pasar uang, kita harus memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan pasar menurut teori ekonomi. Pasar menurut teori ekonomi pasar adalah segala hal yang mencakup berbagai pertemuan antara permintaan dan penawaran.

Dari definisi pasar tersebut, sekarang kita dapat memahami apa yang dimaksud dengan pasar uang. Jika dalam pasar secara umum mencakup semua transaksi, maka di dalam pasar uang, yang ditransaksikan adalah hak untuk menggunakan uang (untuk dibelanjakan barang dan jasa) untuk jangka waktu tertentu (Boediono, 1992).

Dalam pasar tersebut akan terjadi transaksi pinjam-meminjam dana yang menimbulkan hubungan hutang-piutang. Sedangkan “barang” yang ditransaksikan tidak lain adalah secarik kertas berupa “surat hutang”. Selanjutnya, orang yang meminjam uang disebut debitur, yaitu orang yang menjual surat utangnya kepada meminjamkan uang atau kreditur.

Selanjutnya, dalam transaksi tersebut tentu akan menghasilkan “harga”. Apa yang dimaksud dari harga tersebut? “Harga” adalah harga penggunaan uang tersebut untuk jangka waktu tertentu. Harga tersebut dinyatakan dalam persen (%) per satuan waktu tertentu. Harga tersebut disebut dengan suku bunga (tingkat bunga). Bunga tersebut dapat dianggap sebagai “sewa” atas penggunaan uang tersebut dalam jangka waktu tertentu.

Dari pengertian pasar uang tersebut, maka kita dapat memahami hakikat dari uang menurut pandangan ekonomi kapitalisme. Uang yang beredar di tengah-tengah kita, yang biasa dikenal dengan uang tunai sesungguhnya adalah uang yang ditukar dengan surat hutang.

Uang tunai tersebut sesungguhnya adalah pengertian dari uang dalam arti yang paling sempit, yaitu uang kartal atau currency (C). Sedangkan wujud uang yang lain, dalam pengertian yang lebih luas dikenal sebagai berikut:

M1 = C + DD (demand deposits/uang giral)

M2 = M1 + TD (time deposits) + SD (savings deposits)

M3 = M2 + QM (quasi money)

L = total liquidity, mencakup semua alat-alat yang ‘likuid’ yang ada di masyarakat.

Sedangkan bila ditinjau dari perannya menciptakan uang yang beredar di tengah masyarakat, maka dikenal ada tiga pelaku utama, yaitu:

1. Otorita Moneter, yaitu pihak yang mempunyai peran sebagai sumber awal dari terciptanya uang beredar yang merupakan sumber ‘penawaran’ (supply) uang kartal (C) untuk memenuhi ‘permintaan’ masyarakat dan sumber ‘penawaran’ yang dibutuhkan lembaga keuangan dalam bentuk cadangan bank (bank reserves (R).

2. Lembaga keuangan (bank dll), yaitu pihak yang menjadi sumber penawaran uang giral (DD), deposito berjangka (TD), simpanan tabungan (SD) dan aktiva keuangan lain yang ‘diminta’ masyarakat.

3. Masyarakat adalah konsumen terakhir dari uang tercipta yang digunakan untuk memperlancar kegiatan produksi, konsumsi dan pertukaran mereka.

III. KERAPUHAN SISTEM FINANSIAL KAPITALIS

Setelah kita memahami sekilas tentang pasar uang, tibalah saatnya bagi kita untuk melihat kerapuhan dari sistem pasar keuangan yang telah diciptakan oleh sistem ekonomi kapitalisme tersebut. Ada banyak faktor yang menyebabkan sistem keuangan tersebut menjadi sangat rapuh, sehingga senantiasa memunculkan problem bagi sistem ekonomi secara keseluruhan. Problem ekonomi yang senantiasa identik dengan sistem keuangan biasa dikenal dengan istilah inflasi.

Paling tidak ada 5 faktor yang menyebabkan sistem keuangan ini sangat rapuh, sehingga selalu menimbulkan masalah dalam ekonomi, bahkan tidak jarang telah menjadi sumber utama terjadinya krisis-krisis besar ekonomi dunia. Kelima faktor tersebut yaitu:

1. Keberadaan Seignorage

Keuntungan yang diperoleh dari pencetakan mata uang dikenal dengan istilah seignorage (Hifzur-Rab, 2002; Karim, 2002). Keuntungan yang mudah didapat dari pencetakan mata uang inilah yang akan mendorong bagi pemerintah untuk mencetak mata uang tanpa kendali, sehingga bisa melampaui penerimaan anggaran pendapatan pemerintah. Kebijakan ini biasa dikenal dengan istilah anggaran defisit. Kebijakan anggaran defisit dari pemerintah biasanya akan ditutup dengan hutang atau dengan mencetak uang baru (Tambunan, 1996). Jika pencetakan uang baru ini terus dilakukan, hal ini tentu akan menyebabkan terjadinya inflasi yang berterusan.

2. Keberadaan Sistem Cadangan Sebagian (Fractional Reserve System)

Adanya ketentuan sistem cadangan sebagian (fractional reserve system), Bank Umum diberi kewenangan yang besar untuk melipatgandakan uang (Rothbard, 2007). Sistem cadangan sebagian memberikan kewenangan pada Bank Umum untuk menciptakan “uang baru” melalui hutang (kredit) melebihi uang riil yang disimpan. Jumlah “uang baru” yang dapat dilipatgandakan melalui hutang oleh bank akan mengikuti rumus umumnya, yaitu (Sukirno, 2000): PU = D (1/FR); dimana PU: Penggandaan Uang; D: Deposito; FR: Fractional Reserve.

Sebagai contoh, jika jumlah cadangan yang disyaratkan dimiliki setiap bank adalah 10%, dengan jumlah deposit Rp. 10 milyar, bank akan dapat menggandakan jumlah deposit menjadi Rp.100 milyar. Adanya kewenangan dari seluruh bank umum untuk melakukan proses penggandaan uang ini jelas akan mudah menimbulkan inflasi.

3. Keberadaan Suku Bunga

Penetapan suku bunga yang bersifat pasti (fix rate) dengan tanpa mempertimbangkan resiko bisnis, ternyata telah menimbulkan dampak buruk yang luar biasa bagi perekonomian. Krisis ekonomi yang melanda dunia tahun 2008 silam dapat menjadi contoh nyata untuk melihat betapa buruknya penggunaan sistem bunga tetap ini. Krisis ekonomi dunia yang banyak dipicu oleh skandal subprime mortgage di AS, ternyata berawal dari “permainan” suku bunga ini.

4. Keberadaan Motif Spekulasi

Keberadaan suku bunga selain akan berdampak buruk kepada perekonomian, ternyata juga akan menyebabkan kegunaan uang semakin jauh dari hakikat yang sebenarnya. Mata uang akhirnya lebih banyak digunakan sebagai alat komoditi yang dapat diperjualbelikan, dari digunakan sebagai alat tukar untuk keperluan sektor ekonomi yang riil. Perubahan kegunaan mata uang tersebut telah memperbesar terjadinya praktik-praktik spekulasi dan selanjutnya akan mengakibatkan terjadinya ekspansi permintaan mata uang (money demand) yang cepat untuk keperluan-keperluan yang tidak produktif (Siregar, 2001).

Hal inilah menyebabkan uang tumbuh dengan cepat pada aktivitas di sektor tersebut. Hanya sekitar 5 % saja dari peredaran uang tersebut yang benar-benar untuk keperluan sektor riil. Uang dan derevasinya dapat tumbuh 800 kali lebih besar dibanding untuk keperluan di sektor riil. Fenomena inilah yang dapat menyebabkan terjadinya bubble economy, yang sewaktu-waktu dapat meledak dan menyebabkan terjadinya krisis ekonomi (Lestari, 2005).

5. Keberadaan Sistem Nilai Tukar (Kurs) Mata Uang

Penggunaan mata uang yang berbeda-beda pada setiap negara akan menimbulkan adanya sistem nilai tukar mata uang (exchange rate) atau lebih dikenal dengan istilah kurs mata uang (Pass, Lowes & Davies, 1994; Karim, 2002). Adanya perbedaan kurs mata uang inilah yang menyebabkan terjadinya volatilitas nilai tukar yang tinggi. Pengaruh kurs tersebut selanjutnya tentu akan berdampak pada kinerja perdagangan internasional. Sebab, setiap terjadi perubahan nilai mata uang, tentu akan mempengaruhi harga dan daya saing produk suatu negara di pasaran internasional (Dornbusch, Fischer & Startz, 1998; Mishkin, 2001).

IV. SISTEM FINANSIAL ISLAM

Di dalam sistem ekonomi Islam, disamping berisi tentang aturan-aturan ekonomi di sektor riil, tentu juga ada pengaturan dalam sistem keuangannya. Bangunan dasar dari sistem keuangan Islam adalah bahwa Islam mewajibkan bagi negara untuk mencetak mata uang yang terbuat dari emas dan perak. Namun demikian, disamping adanya kewajiban dalam pencetakan mata uang emas dan perak bagi negara tersebut, Islam juga memberikan ketentuan bagi negara untuk melakukan penjagaan terhadap mata uang tersebut agar penggunaannya senantiasa sesuai dengan aturan syara’, yaitu:

1. Hanya menggunakan mata uang sebagai alat tukar dan alat berjaga-jaga saja (tidak untuk aktivitas spekulasi).

2. Wajib memungut zakat maal ke atas harta kekayaan (termasuk di dalamnya adalah mata uang yang disimpan), yang sudah sampai nishob dan haulnya.

3. Larangan menimbun mata uang (kanzul maal), yaitu menyimpan uang tanpa ada hajat tertentu untuk pembelanjaannya.

4. Larangan mengambil riba nashiah (riba dalam utang-piutang).

5.Larangan mengambil riba fadhl (riba dalam tukar-menukar atau jual beli pada barang tertentu yang telah ditetapkan oleh syara’, seperti: jual beli mata uang, saham dsb. secara tidak kontan dan tidak berada di tempat).

6. Larangan jual beli yang mengandung unsur judi (maysir), yaitu: jual beli mata uang, saham dsb. yang mengandung unsur spekulasi dan dilakukan secara tidak kontan dan tidak berada di tempat.

7.Larangan jual beli barang dan jasa yang haram (tabdzir).

8. Larangan menggunakan harta untuk berfoya-foya (tarif).

9. Larangan untuk kikir (taqtir) dalam membelanjakan hartanya.

V. PENUTUP

Demikianlah penjelasan sekilas tentang kerapuhan dari sistem finansial yang berasal dari sistem ekonomi kapitalisme, serta solusinya menurut sistem ekonomi Islam. Walaupun sangat singkat, semoga dapat memberi gambaran awal bagi ummat Islam dalam mengelola sistem keuangannya.

Tentu kajian ini tidak boleh berhenti sampai di sini. Semoga ummat Islam senantiasa terdorong untuk terus mengkaji dan menyosialisasikan sistem keuangan Islam tersebut, sehingga ummat dapat segera menjadi sadar dan mau segera kembali kepada sistem keuangan Islam khususnya, dan secara umum tentu juga akan berkenan untuk kembali pada pengaturan kehidupan Islam secara menyeluruh. Amin.

= = = = =

*Makalah disampaikan dalam Kajian Tsaqofah Islam, Jum’at, 29 Januari 2010, di STEI Hamfara Jl Gurami no 31 Sorosutan, Umbulharjo, Yogyakarta, diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Kampus Kota Yogyakarta bekerjasama dengan Pondok Pesantren Hamfara Yogyakarta.

**Aktivis Hizbut Tahrir Indonesia, Dosen STEI Hamfara Yogyakarta, dan Kandidat Doktor Ekonomi Universitas Kebangsaan Malaysia.