Senin, 26 Oktober 2009

Tuntunan Islam Menyikapi Musibah

Oleh : KH. M. Shiddiq Al-Jawi

Mukadimah

Para ulama mendefinisikan musibah sebagai “segala sesuatu yang dibenci yang terjadi pada manusia” (kullu makruuhin yahullu bi al-insan) (Ibrahim Anis, al-Mu’jam al-Wasith, h. 527). Musibah gempa yang sering terjadi di Indonesia akhir-akhr ini misalnya, benar-benar telah melahirkan berbagai hal yang dibenci, seperti robohnya rumah, kematian anggota keluarga, rusaknya perabotan, dan sebagainya. Bagaimana tuntunan Islam dalam menyikapi musibah seperti ini? Bagi shahibul musibah (yang terkena musibah) Islam memberikan pedoman sikap antara lain :

1. IMAN DAN RIDHO TERHADAP KETENTUAN (QADAR) ALLAH

Kita wajib beriman bahwa musibah apa pun seperti gempa bumi, banjir, wabah penyakit, sudah ditetapkan Allah SWT dalam Lauhul Mahfuzh. Kita pun wajib menerima ketentuan Allah ini dengan lapang dada (ridho). Allah SWT berfirman :

“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS al-Hadid [57] : 22)

Kita pun wajib menerima taqdir Allah ini dengan rela, bukan dengan menggerutu atau malah menghujat Allah SWT. Misalnya dengan berkata,”Ya Allah, mengapa harus aku? Apa dosaku ya Allah?” Hujatan terhadap Allah Azza wa Jalla ini sungguh kurang ajar dan tidak sepantasnya, sebab Allah SWT berfirman :

“Dia [Allah] tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.” (QS al-Anbiyaa` [21] : 23)

2. SABAR MENGHADAPI MUSIBAH

Sabar, menurut Imam Suyuthi dalam Tafsir al-Jalalain, adalah menahan diri terhadap apa-apa yang Anda benci (al-habsu li an-nafsi ‘alaa maa takrahu). Sikap inilah yang wajib kita miliki saat kita menghadapi musibah. Selain itu, disunnahkan ketika terjadi musibah, kita mengucapkan kalimat istirja’ (Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun ). Allah SWT berfirman :

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” . (QS al-Baqarah [2] : 155-156)

Dengan demikian, sabarlah ! Jangan sampai kita meninggalkan sikap sabar dengan berputus asa atau berprasangka buruk seakan Allah tidak akan memberikan kita kebaikan di masa depan. Ingat, putus asa adalah su`uzh-zhann billah (berburuk sangka kepada Allah) ! Su`uzh-zhann kepada manusia saja tidak boleh, apalagi kepada Allah.

Memang, orang yang tertimpa musibah mudah sekali terjerumus ke dalam sikap putus asa (QS 30 : 36). Namun Allah SWT menegaskan, sikap itu adalah sikap kufur (nauzhu billah mindzalik), sebagaimana firman-Nya :

“Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS Yusuf [12] : 87).

3. MENGETAHUI HIKMAH DI BALIK MUSIBAH

Seorang muslim yang mengetahui hikmah (rahasia) di balik musibah, akan memiliki ketangguhan mental yang sempurna. Berbeda dengan orang yang hanya memahami musibah secara dangkal hanya melihat lahiriahnya saja. Mentalnya akan sangat lemah dan ringkih, mudah tergoncang oleh sedikit saja cobaan duniawi. Apalagi kalau musibahnya besar, mungkin dia bisa gila.

Hikmah musibah antara lain diampuninya dosa-dosa. Sabda Rasulullah SAW :

“Tidaklah seorang mukmin tertimpa musibah tertusuk duri atau lebih dari itu, kecuali dengannya Allah akan menghapus sebagian dosanya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Muslim yang mati tertimpa bangunan atau tembok akibat gempa, tergolong orang yang mati syahid. Sabda Nabi SAW :

“Orang-orang yang mati syahid itu ada lima golongan; (1) orang yang terkena wabah penyakit tha’un, (2) orang yang terkena penyakit perut (disentri, kolera, dsb), (3) orang yang tenggelam, (4) orang yang tertimpa tembok/bangunan, dan (5) orang yang mati syahid dalam perang di jalan Allah.” (HR Bukhari dan Muslim)

“Akan diampuni bagi orang yang mati syahid setiap-tiap dosanya, kecuali utang.” (HR Muslim).

Hikmah lainnya ialah, jika anak-anak muslim meninggal, kelak mereka akan masuk surga. Sabda Nabi SAW :

“Anak-anak kaum muslimin [yang meninggal] akan masuk ke dalam surga.” (HR Ahmad)

4. TETAP BERIKHTIAR

Maksud ikhtiar, ialah tetap melakukan berbagai usaha untuk memperbaiki keadaan dan menghindarkan diri dari bahaya-bahaya yang muncul akibat musibah. Jadi kita tidak diam saja, atau pasrah berpangku tangan menunggu bantuan datang.

Beriman kepada ketentuan Allah tidaklah berarti kita hanya diam termenung meratapi nasib, tanpa berupaya mengubah apa yang ada pada diri kita. Allah SWT berfirman :

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS ar-Ra’du [13] : 11)

Ketika terjadi wabah penyakit di Syam, Umar bin Khattab segera berupaya keluar dari negeri tersebut. Ketika ditanya,”Apakah kamu hendak lari dari taqdir Allah?” maka Umar menjawab,”Ya, aku lari dari taqdir Allah untuk menuju taqdir Allah yang lain.”

Rasulullah SAW pun memberi petunjuk bahwa segala bahaya (madharat) wajib untuk dihilangkan. Misalnya ketiadaan logistik, tempat tinggal, masjid, sekolah, dan sebagainya. Nabi SAW bersabda,”Tidak boleh menimbulkan bahaya bagi diri sendiri dan bahaya bagi orang lain.” (HR Ibnu Majah)

5. MEMPERBANYAK BERDOA DAN BERDZIKIR

Dianjurkan memperbanyak doa dan dzikir bagi orang yang tertimpa musibah. Orang yang mau berdoa dan berdzikir lebih mulia di sisi Allah daripada orang yang tidak mau atau malas berdoa dan berdizikir. Rasululah SAW mengajarkan doa bagi orang yang tertimpa musibah : “Allahumma jurnii fii mushiibatii wakhluf lii khairan minhaa (Ya Allah, berilah pahala dalam musibahku ini, dan berilah ganti bagiku yang lebih baik daripadanya.) (HR Muslim)

Dzikir akan dapat menenteramkan hati orang yang sedang gelisah atau stress. Dzikir ibarat air es yang dapat mendinginkan tenggorokan pada saat cuaca panas terik. Allah SWT berfirman :

“Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS ar-Ra’du [13] : 28)

Dzikir yang dianjurkan misalnya bacaan istighfar,”Astaghfirullahal ‘azhiem”. Sabda Nabi SAW :

“Barangsiapa memperbanyak istighfar, maka Allah akan membebaskannya dari kesedihan, akan memberinya jalan keluar bagi kesempitannya, dan akan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (HR. Abu Dawud).

6. BERTAUBAT

Tiada seorang hamba pun yang ditimpa musibah, melainkan itu akibat dari dosa yang diperbuatnya. Maka sudah seharusnya, dia bertaubat nasuha kepada Allah SWT. Orang yang tak mau bertaubat setelah tertimpa musibah, adalah orang sombong dan sesat. Allah SWT berfirman :

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar.” (QS asy-Syuura [42] : 30)

Sabda Nabi SAW “Setiap anak Adam memiliki kesalahan (dosa). Dan sebaik-baik orang yang bersalah, adalah orang yang bertaubat.” (HR at-Tirmidzi).

Bertaubat nasuha rukunnya ada 3 (tiga). Pertama, menyesali dosa yang telah dikerjakan. Kedua, berhenti dari perbuatan dosanya itu. Ketiga, ber-azam (bertekad kuat) tidak akan mengulangi dosanya lagi di masa datang. Jika dosanya menyangkut hubungan antar manusia, misalnya belum membayar utang, pernah menggunjing seseorang, pernah menyakiti perasaan orang, dan sebagainya, maka rukun taubat ditambah satu lagi, yaitu menyelesaikan urusan sesama manusia dan meminta maaf.

7. TETAP ISTIQOMAH PADA ISLAM

Dalam setiap musibah, selalu ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkannya untuk tujuan jahat. Misalkan saja upaya kotor berupa Kristenisasi. Caranya adalah dengan memberikan bantuan logistik, medis, uang, rumah, dan sebagainya. Tapi semuanya itu tidaklah diberikan dengan tulus, melainkan ada maksud keji di baliknya. Ujung-ujungnya, orang-orang kafir itu ingin sekali memurtadkan orang Islam menjadi orang Kristen. Na`uzhu billah min dzalik.

Di sinilah seorang muslim dituntut untuk bersikap istiqamah, yaitu konsisten di atas satu jalan dengan mengamalkan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan larangan-larangan (mulazamah al-thariq bi fi’li al-wajibat wa tarki al-manhiyyat). Allah SWT mewajibkan kita istiqamah :

“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (QS Huud [11] : 112)

Muslim yang murtad (keluar dari agama Islam) dan menjadi pemeluk Kristen, sungguh telah tertipu mentah-mentah dunia akhirat. Allah SWT berfirman :

“Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS al-Baqarah [2] : 217)

Karena itu wajiblah bagi kita untuk terus istiqamah mempertahankan keislaman kita. Jangan mudah tergiur oleh bujuk rayu setan berbentuk manusia itu. Jangan mati kecuali tetap memegang teguh agama Islam. Allah SWT berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS Ali ‘Imraan [3] : 102)

Khatimah

Demikianlah atara lain tuntunan Islam dalam menyikapi musibah. Khususnya bagi shahibul musibah (yang terkena musibah). Dengan berpegang teguh dengan tuntunan-tuntunan Islam di atas, mudah-mudahan Allah SWT akan memberikan rahmat, hidayah, dan ‘inayah-Nya kepada kita semua. Amin Ya Rabbal ‘Alamin !

Bahaya mengambil ideologi selain Islam



Wahai kaum Muslim! Sesungguhnya Allah SWT telah mengeluarkan kita dengan Islam dari berbagai kegelapan dan kesesatan menuju cahaya yang terang benderang; dan dengan Islam Allah SWT telah menjadikan kita sebagai umat yang mulia dan perkasa, yang disegani dan diperhitungkan oleh semua umat manusia. Karenanya, supaya kita menjadi umat yang seperti itu, dan tetap seperti itu, maka kita harus berkomitmen dengan apa saja diperintahkan oleh Allah kepada kita. Allah SWT berfirman:

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara.” (TQS. Ali Imran [3] : 103)

Allah SWT berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (TQS. Al-Hujurat [49] : 10)

Rasulullah SAW bersabda:

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجسدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi di antara sesama mereka, seperti satu tubuh, sehingga apabila ada sebagian dari anggota tubuhnya yang sakit, maka hal itu dirasakan oleh bagian anggota tubuh yang lainnya, yang membuatnya tidak bisa tidur semalaman dan panas dingin (demam).” (HR. Imam Muslim dan Ahmad)

Rasulullah SAW bersabda:

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ

“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, sehingga seorang Muslim tidak akan menzalimi Muslim lainnya, dan seorang Muslim tidak akan menelantarkan Muslim lainnya.” (HR. Imam Bukhari)

Umar bin Khaththab RA berkata:

نَحْنُ قَوْمٌ أَعَزَّنَا اللهُ بِاْلإِسْلاَمِ ، وَمَتىَ ابْتَغَيْنَا اْلعِزَّ بِغَيْرِ دِيْنِ اللهِ أَذَلَّنَا اللهُ

“Kami adalah kaum yang telah dimuliakan oleh Allah dengan Islam, sehingga kapan saja kami mencari kemuliaan dengan selain agama Allah, maka Allah menghinakan kami.” (HR. ath-Thabari dalam tafsirnya 13/478)

Dengan demikian, simbol, pemikiran, atau konsep apapun yang diambil dari selain Islam, maka sekali-kali tidak akan mendatangkan manfaat atau kekuatan bagi kaum Muslim, sebaliknya hal itu justru membahayakan dan memperlemah mereka. Dalam hal ini, sungguh dalil-dalil syara’ dan fakta-fakta yang ada telah membuktikan semuanya. Oleh karena itu, kaum Muslim wajib untuk tidak menerima apalagi mengambil simbol, pemikiran, dan sistem kehidupan apapun selain Islam. Sehingga Islam adalah yang pertama dan selama-lamanya.

Kaum Muslim wajib menolak dan melawan setiap simbol, pemikiran dan sistem kehidupan selain Islam. Kaum Muslim wajib mengambil kekuasaan dari para penguasa yang ridha dengan simbol-simbol kufur, dan berbagai pemikirannya, serta mereka menerapkan sistem kufur dan perundang-undangannya.

Oleh karena keberadaan para penguasa ini tidak mendatangkan apa-apa selain kekahalan demi kekalahan, bencana demi bencana, kelemahan demi kelemahan, dan kehinaan demi kehinaan, maka kaum Muslim wajin mengoreksi dan mengubahnya, seperti yang Allah perintahkan, untuk mengembalikan sistem Islam dalam kehidupan di bawah perintah seorang Khalifah, yaitu Khalifah yang dibaiat oleh kaum Muslim agar menjalankan roda pemerintahan berdasarkan pada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya; dan agar Khalifah itu memimpin kaum Muslim di medan jihad dalam rangka membebaskan kaum Muslim, dan negeri-negeri mereka dari kekufuran dan kaum Kafir. Selanjutnya, menyatukan semua kaum Muslim dalam daulah Khilafah, yang akan mengemban bendera risalah Islam kepada seluruh umat manusia, untuk menyelamatkan mereka dari kebusukan dan kezaliman sistem positif buatan manusia menuju cahaya Islam dan keadilannya.

Allah SWT berfirman:

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ اْلإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa mencari agama (ideologi) selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (TQS. Ali Imran [3] : 85)

Sumber: hizb-ut-tahrir.info

Hal yang disukai belum tentu baik

Umumnya kita menggolongkan suatu peritiwa yang menimpa menjadi dua kelompok besar, yaitu peristiwa yang baik menurut kita dan peristiwa buruk. Sudut pandang ini juga bergantung pada latar belakang, budaya serta pandangan keyakinan masing-masing. Baik dan buruk suatu peristiwa seringkali menjadi bahan perdebatan yang berlarut-larut. Dan ini wajar karena adanya perbedaann standar keyakinan yang dianut masing-masing orang.

Bagi orang beriman, tentunya dari segala peristiwa yang dialami , selalu tertuju pada keyakinan bahwa hanya Allah yang mengetahui apa yang terbaik dan terburuk untuk hamba-Nya. Dan tentu tidak sama dengan pandangan manusia, sebab pengetahuan Allah tiada terbatas. Manusia hanya sanggup melihat tampilan luaran suatu peristiwa dan hanya mampu bersandar pada penglihatan yang terbatas. Oleh karena kekurangan informasi dan pemahaman ini membuat kita tidak menyukai sesuatu, padahal sebenarnya itu baik buat kita. Sebaliknya bisa saja kita mencintai sesuatu, padahal itu merupakan sebuah keburukan.

Untuk melihat kebaikan itu seorang hamba beriman harus menyerahkan rasa percayanya kepada kebijaksanan Allah yang tiada terbatas dan percaya bahwa ada kebaikan dalam segala hal yang terjadi.

Suatu hal yang dibenci kadang justru mendatangkan kesenangan, suatu hal yang disukai sering malah mendatangkan kesusahan. Janganlah merasa aman dengan kesenangan, karena dibalik itu bisa menimbulkan keudaratan. Saudaraku, janganlah merasa putus asa karena kelsulitan yang dihadapi.

Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya ,” diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah suatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui ,” (Qs. Al-Baqarah : 216).

Allah menyatakan dalam ayat ini, bahwa persitiwa yang dianggap baik oleh manusia , pada suatu ketika justru merugikan manusia itu sendiri. Begitu pula sesuatu yang sebenarnya ingin dihindari karena dianggap merugikan malah bisa menyebabkan kebahagiaan dan kedamaian.

Dengan menyakini hal ini, kita akan memiliki pandangan yang lebih baik. Kita akan selalu merasa bersyukur atas segala yang menimpa kita.

Saudaraku, seorang hamba tidak akan memperoleh kenikmatan surga kecuali ia telah mendapatkan ujian yang dibenci oleh jiwanya. Sebagaimana disabdakan Rasulullah saw, yang artinya ,” Surga itu dikelilingi (dipenuhi) oleh berbagai hal yang dibenci dan neraka itu dikelilingi oleh berbagai syahwat (kesenangan) hawa nafsu”, (Hr Bukhari Muslim).

Sesuatu yang dibenci adalah segala persitiwa atau keadaan yang dibenci oleh jiwa dan jiwa merasa terbebani olehnya. Bisa berupa musibah, bencana, kesungguhan atau pengorbanan jiwa dalam melaksanakan berbagai ketaatan dan menjauhi berbagai perbuatan maksiat, sabar menerima musibah dan berserah diri kepada ketentuan Allah terhadap musibah itu.

Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa Rasulullah bersabda tentang sahabat yang kehilangan penglihatannya. Allah Azza wa Jalla berfirman dalam hadits qudsi, yang artinya ,” Jika hamba-Ku diuji dengan (dicabutnya) nikmat dua buah benda yang dicintainya, kemudian ia bersabar, maka Aku akan menggantikan kedua benda tersebut dengan surga ,” (Hr Bukhari).

Dari riwayat Abu Hurairah, bahwa ketika Rasulullah saw menjenguk orang sakit, beliau bersabda, yang artinya ,” Beritakanlah kabar gembira, sesungguhnya Allah Azza wa Jalla pernah berfirman, “Penyakit itu adalah api-Ku yang aku timpakan kepada hamba-Ku yang mukmin didunia ini, agar ia dapat selamat dari api neraka pada hari akhir nanti”. (Hr Bukhari dan Hakim).

Dengan memahami apa rahasia dibalik segala kesulitan adalah bagian dari ujian yang diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya, kita dapat mengetahui bahwa cobaan itu adalah sunnah Rabbani yang sarat dengan hikmah dan rahmat-Nya.
Yakinlah saudaraku, sesungguhnya Allah tidak menetapkan sesuatu, baik dalam bentuk suatu ciptaan maupun syariat, melainkan didalamnya terdapat kebaikan dan rahmat bagi hamba-Nya. Terdapat hikmat yang sangat banyak dalam setiap musibah yang tidak diketahui dengan akal manusia biasa.

Inilah yang dinamakan nikmat tersebunyi, maka orang-orang shaleh terdahulu selalu gembira ketika mereka ditimpa suatu penyakit atau musibah, seperti gembiranya kita ketika mendapat kemewahan.
Rasulullah saw pun menyebutkan bahwa cobaan para Nabi dan orang-orang shaleh adalah penyakit, kefakiran dst. Kemudian Rasulullah saw bersabda, yang artinya, “ Sehingga salah seorang diantara mereka, merasa sangat gembira dengan bala yang menimpanya, seperti gembiranya salah seorang diantara kalian ketika mendapatkan kemewahan (kelapangan),” (Hr Ibn Majah).

Bahkan para salaf berkata, ‘Wahai anak Adam, nikmat Allah yang tidak engkau sukai yang telah diberikan kepadamu lebih besar (manfaatnya) dari nikmat Allah yang engkau sukai ‘. (Madarij as-Salikin).

Saudaraku, ingatlah selalu dari Abu Hurairah ra berkata , bahwa Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Sesungguhnya seseorang itu untuk memperoleh kedudukan disisi Allah, ia tidak akan mencapainya dengan amal perbuatannya. Allah akan memberikan ujian berupa sesuatu yang dibencinya hingga ia dapat mencapai kedudukan tersebut, “ (Hr Abu Ya’la dan Ibn Hibban).

Kadangkala kondisi kita yang prima, sehat, karier bagus, berlimpahkanya harta, membuat kita mudah bersikap berlebihan, membanggakan diri, dan akhirnya mengkufuri nikmat. Kita menjadi terlalu menikmati kegagahan, kekuatan dan kondisi yang nyaman. Kondisi ini rentan untuk justru membuat kita makin jauh dari sikap taat dan tunduk kepada Allah dan tawadhu dalam menghambakan diri kepada Allah.

Allahu a’lam

Pentingnya merencanakan Masa Depan

kita pernah mengalami bayang-bayang kecemasan terhadap masa depan. Kecemasan itu bisa merampas kenikmatan dan kenyaman hidup , serta membuat kita selalu gelisah, kesedihan dan tak nyaman menikmati kehidupan ini.
Saudaraku, manusia tak mungkin menikmati ketentraman dan ketenangan sebelum merasa bahwa dirinya aman, percaya dan yakin terhadap sumber rizkinya. Dan menyakini bahwa tiada seorangpun yang bisa menjamin dan memberikan semua itu selain hanya Allah , Tuhan yang Maha Kaya.
Apakah melakukan perencanaan untuk masa depan, merupakan sesuatu yang buruk, atau merupakan bukti pengingkaran terhadap rasa tawakal ?
Keyakinan terhadap Allah ini merupakan rahasia keunggulan bagi hamba yang beriman. Dan inilah bentuk kepercayaan yang tulus kepada Allah dan tawakal seorang hamba kepada-Nya.

Rasulullah tak pernah sekalipun merasa cemas terhadap masa depan. Sebagaimana sabda Rasulullah, “ Andaikata aku memiliki emas sebanyak gunung Uhud, tak akan kubiarkan berada dalam genggamanku lebih dari tiga malam. Aku hanya mengambil sedikti darinya, untuk membayar hutang “, (Hr. Bukhari,6443).

Lalu apakah melakukan perencanaan untuk masa depan, merupakan sesuatu yang buruk, atau merupakan bukti pengingkaran terhadap rasa tawakal ?

Ada beberapa hal yang menyebabkan situasi kecemasan akan masa depan ini terjadi. Diantaranya :
1. Lemahnya keimanan kita terhdap allah SWT
2. Menurunnya rasa tawakal kepda Allah
3. Terlalu memikirkan (berharap) akan kejayaan (kemakmuran) masa depan
4. Terlalu memikirkan kemungkinan yang akan menimpa dimasa depan dengan pola pikir dan cara pandang yang negative.
5. Kurangnya pemahaman tentang tujuan dari penciptaan manusia.
6. Terlalu menggantungkan diri sendiri dan orang lain dalam urusan rizki,
7. sehingga terlupakan menggantungkan hidupnya kepada Allah , Tuhan yang telah menciptakan manusia dan pemberi rizki.
8. Dst.


Saudaraku , persoalan rizki memang sudah menjadi ketentuan Allah, Dia telah men-jamin rizki semua makhluk-Nya. Seorang hamba yang beriman harus meyakini hal ini, berbaik sangka kepada-Nya, serta janganlah terlalu membebani diri dan menghabis-kan waktu untuk mencemasakan masa depan.

Namun demikian , semua ini bukan berarti , seorang hamba beriman harus menyerah-kan semua urusannya kepada Allah dan hanya menunggu apa saja yang bakal terjadi tanpa berupaya dan berusaha sedikitpun. Karena bagaimanapun , langit tak pernah menurunkan hujan emas atau perak.

Kita ambil teladan, sahabat Abu Bakar bisa memiliki uang sejumlah 6.000 dinar dan yang 4.000 dinar ia sumbangkan untuk perjuangan agama. Jika dia tidak termasuk manusia yang menbuat perencanaan masa depannya, maka bagaimana mungkin dia mempunyai harta 6.000 dinar.
Karena rasa keimanan dan keyakinan bahwa Allah temah menjamin rizki semua makhluk-Nya , maka mereka tidak merisaukan masa depannya. Sehingga bernai menafkahkan semua hartanya dijalan Allah tanpa ragu dan takut sedikitpun.
Namun hal ini bukan berarti kita tidak mempersiapkan dan membuat perencanaan masa depan untuk bisa hidup damai dimasa depan. Dan ini bukan berarti kita menafikan pentingnya tawakal kepada Allah. KArena apa yang kita rencanakan dan usahakan tersebut merupakan bagian dari menjalani sarana yang dibutuhkan untuk mencapai suatu tujuan.

Saudaraku, dalam hidup ini , kita selalu dituntut untuk memilih dengan baik apa yangpenting dan sangat dibutuhkan oleh masa depan kita. Kita harus memilih dengan baik apa pekerjaan dan jenisnya, calon pendamping hidup yang baik untuk kita. Dst.

Sebagaimana, ditunjukkan Rasulullah pada saat member pengarahan kepada Sa’ad bin Waqas agar mempersiapkan masa depan dan tidak membiarkan anak keturunannya menjadai peminta-minta yang selalu menghiba kepada manusia lain.

Allah juga menunjukkan pentingnya perencanaan untuk masa depan, sebagaimana dalam Firman-Nya , yang artinya ,” Yusuf berkata ,”Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa ; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di bulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan di masa itu mereka memeras anggur “, (Qs. Yusuf : 47 -49).

Firman Allah, yang artinya ,” Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan dibawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhan-nya pun menghendaki agar supaya mereka sampai pada kedewasaanya dan mengeluarkan simpanan itu, sebagai rahmat dari Tuhan-mu ,” (Qs. Al-Kaffi : 82).

Tentang ayat diatas, Dr. Shalah al-Khalidi dalam Ma’a Lashashi al Sabiqin fi Al –Quran (227) , menyatakan ayat ini mengadung dalil diperbolehkannya menyimpan harta, menabung dan menyisihkannya dan digunakan pada saat dibutuhkan. Bahkan sebaiknya seorang hamba beriman menabung sebagian hartanya untuk menghadapi kebutuhan yang mendesak dan tak terduga. Semua ini tentu tidak bertentangan dengan prinsip tawakal kepada Allah SWT.

Dr Wahbah al Zuhaili, dalam tafsir Al Munir (12/278), juga menyatakan pentingnya melakukan perencanaan sebagaimana firman Allah dalam kisah Yusuf diatas. Dimana diterangkan bahwa Yusuf (berkat wahyu dan ilham dari Allah), menyarankan kepada raja untuk melakukan tindakan-tindakan strategis untuk mengadapi masa depan demi tercapainya kebaikan negeri dan umat.

Teladan alin tentang pentingnya perencanaan dan cermatnya pengaturan adalah sebagaimana dipraktekkan oleh beberapa sahabat Rasulullah saw, meskipun kebutuhan mereka sangat banyak, mereka tetap berupaya menabung atau menyimpan sebagian harta untuk persiapan hidup mereka dan keturunannya. Zubair ibn Awwam ra mewariskan kepada empat istrinya masing-masing sebesar 1.100.000 dirham. Dst.

Prof Salman al-audah menyatakan mengantisipasi msa depan bukan berate ingin lari dari masa kini dan menghidari sunatullah, melainkan sebagai upaya untuk mendorong agar bekerja lebih semangat. (harian Al-Jazirah,1423, ed.10951)

Sumber : Li madza al Khauf min al-Mustaqbal, Abdelaziz ibn Abdullah al Husaini.

Hakikat Ujian

Segala puji hanya milik Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menjadikan ujian dan musibah bagi hamba-hamba-Nya sebagai rahmat dan penghapus dosa-dosa hamba itu sendiri. Sesungguhnya segala sesuatu yang menimpa segala makhluk di seluruh jagad raya, baik menyangkut rizki , umur, musibah, senang, sakit dst, semuanya telah ditetapkan Allah.
Sehingga hamba beriman yang menyadari bahwa tidak ada seorang hamba pun yang tertimpa musibah kecuali dengan izin Allah, sehingga ia akan dapat menerima setiap perintah-Nya dan ridha terhadap segala ketetapan-Nya.
Saudaraku, seringkali kita mengeluh (bahkan marah) ketika ditimpa cobaan atau musibah. Kita seakan melupakan bahwa hikmah dan faedah dibalik musibah, pada hakekatnya merupakan salah satu bentuk rahmat dan kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya.

Saudaraku cobaan dan ujian bisa berupa godaan nafsu (syahwat), kemiskinan, penyakit, kecemasan, kekeringan jiwa, bahkan keturunan, kesehatan. Cobaan atau ujian bisa berupa sesuatu yang kita senangi atau bisa juga sesuatu yang kita benci.

Sebagaimana firman Allah, yang artinya ,” Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan “, (Qs. Al-Anbiya : 35).
Sebagaimana firman Allah, yang artinya ,” Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran ),” (Qs. Al-A’raf : 168).

Nikmat yang baik-baik, bisa berupa kelapangan dalam hidup, kemewahan, jabatan, rizki yang berlebih, dan kenikmatan lainnya yang menyenangkan hati kita. Sedangkan bencana yang buruk-buruk bisa berupa kesengsaraan , kesempitan, musibah, kemiskinan, dan segala hal yang kita benci kehadirannya.

Allah menciptakan manusia untuk diberikan ujian dan cobaan, sehingga dapat diketahui siapa saja hamba-Nya yang beriman, pandai bersyukur dan siapa saja hamba-hamba-Nya yang ingkar.

Dibawah ini beberapa karakteristik ujian atau cobaan yang menimpa manusia


1. Ujian adalah kesulitan. Tidak dinamakan ujian bila tidak memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, sehingga dengan ujian dan cobaan akan tampak siapa saja hamba-Nya yang beriman dan siapa saja hamba munafik , siapa saja hamba pandai bersyukur dan bersabar. Sebagaimana Rasulullah bersabda, yang artinya “ Sungguh aneh orang mukmin itu, seluruh keadaan yang menimpa dirinya dianggap sebagai kebaikan bagi dirinya. Hal seperti ini tidak akan dapat ditemui pada siapapun kecuali pada seorang mukmin. Jika ia mendapatkan kesenangan kemudian ia bersyukur, maka hal itu mendatangkan kebaikan bagi dirinya. Jika ia mendapatkan kesusahan kemudian ia bersabar, maka hal itu akan mendatangkan sebuah kebaikan bagi dirinya “, (Hr Muslim).1.

2. Ujian bukanlah sesuatu yang mustahil bisa dilaksanakan. Andaikata ujian itu mustahil dijalani , maka baik hamba beriman dan hamba munafik akan gagal menjalani ujian.
Sebagimana firman Allah, yang artinya ,” Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan “, (Qs. Ali Imran : 186).

3. Ujian harus seimbang, dalam arti ujian ini bisa membedakan antara hamba beriman dangan hamba munafik. Ujian merupakan hal mustahil bagi hamba munafik bisa menjalaninya. Sehingga hanya orang-orang beriman saja yang sanggup menjalaninya.
Sebagaimana diriwayatkan Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat isya’ dan subuh. Sekirangnya mereka mengetahui apa yang terkandung didalamnya, niscaya mereka akan mendatangi keduanya sekalipun dengan merangkak. Sungguh aku ingin menyuruh melaksanakan shalat, lalu shalat itu ditegakkan, kemudian aku perintahkan seseorang untuk mengimami shalat bersama orang-orang. Kemudian beberapa laki-laki berangkat bersamaku dengan membawa kayu yang terikat, mendatangi suatu kaum yang tidak menghadiri shalat berjamaan, sehingga aku bakar rumah mereka ,” (Hr Bukhari-Muslim).

4. Ujian berlaku terus menerus, sepanjang kehidupan manusia akan selalu diiringi dengan ujian-ujian yang datang dan pergi silih berganti. Sebagaimana diriwayatkan Said bin Abi Waqash bahwa Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Ujian itu akan senantiasa menimpa seorang hamba hingga ia ditinggalkan berjalan diatas bumi ini tanpa membawa beban dosa”, (Hr Turmudzi).2.

5. Ujian memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda, sebagaimana diriwayatkan Sa’id bin abi Waqqash bahwa ia bertanya , ‘Wahai Rasulullah, siapa manusia yang paling berat cobaanya ?’ Rasulullah bersabda, yang artinya , “ Para nabi, kemudian orang-orang terbaik setelah mereka dan orang-orang terbaik setelah mereka. Sesorang itu diberi cobaan sesuai dengan agamanya. Jika agamanya kuat maka cobaanyapun berat, namun jika agamanya lemah maka dia diberi cobaan sesuai dengan agamanya. Seseorang hamba tidak akan pernah lepas dari cobaan hingga cobaan itu menghapuskanseluruh dosa-dosanya dan dia dapat berjalan di muka bumi ini tanpa ada dosa sedikitpun”, (Hr Turmudzi dan Ibn Majah).3.
Dari Fatimah binti Al Yaman ra, …… bahwa Rasulullah bersabda, yang artinya , “ Sesungguhnya manusia yang palin berat cobaanya adalah para nabi, kemudian orang-orang yang setingkat dibawah mereka , kemudian orang-orang yang setingkat dibawah mereka , kemudian orang-orang yang setingkat dibawah mereka ”, (Hr Ahmad, An-Nasa’I dan Al-Hakim).4.


Saudaraku, janganlah kita berputus asa , sebagaimana Rasulullah tidak pernah berputus asa walau bagaimanapun beratnya dan susahnya ujian yang dihadapi.
Dari Ibn Abbas berkata bahwa Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Ketahuilah, sesungguhnya dalam sikap sabar terhadap sesuatu yang tidak engkau sukai terkandung kebaikan yang banyak, sesungguhnya kemenangan bersama kesabaran, pertolongan bersama kesusahan dan kesulitan bersama kemudahan”. (Hr Ahmad).5.

Allahu a’lam
Sumber :Kaifa Nuhafidzu ‘alas shalati Fajri, Dr Raghib As-Sirjani ,dst.

Bersyukur dalam kesulitan

Firman Allah, yang artinya , “ Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan; sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Al-Insyirah [94]: 5 - 6)
Liku-liku kehidupan ini memang tidak bisa kita perkirakan atau diprediksi dengan hitungan matematis. Musibah sering datang silih berganti. Kegelisahan menjadi begian dari kehidupan yang tidak bisa ditanggalkan.
Mengapa kesulitan itu datang silih berganti?
Kesulitan, selalu hadir di hadapan kita , walaupun tentu kita tidak pernah menginginkan, atau bahkan benci dengannya. Kesulitan bak tembok yang hadir menghimpit dan membatasi ruang kita untuk berkembang dan bergerak menuju keinginan kita. Saudaraku, mengapa kita harus bersyukur dengan sesuatu yang kita benci ?

Syukur adalah tempat persinggahan paling tinggi dan lebih tinggi dari ridha. Ridha adalah salah satu tahapan dari syukur.

Ini bisa dilakukan oleh hamba yang tidak terpengaruh oleh berbagai keadaan, dan tetap ridha dalam keadaan bagaimanapun. Oran bersyukur semacam inilah yang pertama kali dipanggil masuk surga. Karena dia menghadapi sesuatu yang dibenci dengan syukur. Sementara kebanyakan dari kita, masih menghadapi musibah dengan amarah, ada juga yang menghadapi dengan sabar dan ada yang menghadapinya dengan ridha. Sedangkan syukur merupakan tingkatan yang palin tinggi.

Saudaraku, janganlah merasa sudah takut mendengar sesuatu yang berbau kesulitan .Ketakutan yang tidak proporsional bisa menghalangi orang untuk memperoleh kebaikan, juga kerap menjadi biang keladi munculnya keburukan-keburukan baru yang muncul.

Manusia adalah hamba Allah yang didesign untuk mampu berjuang menghadapi kesulitan. Banyak hal yang harus kita pahami dari kesulitan, memahami posisi kesulitan dalam rasa iman, insya Allah akan meringankan kita dalam menghadapi kesulitan itu.
Bagaimana menyikapi kesulitan itu?
Firman Allah, yang artinya ,” Dan, barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri.” (Qs. Luqman : 12)

“Barangsiapa yang menyerahkan urusannya kepada Allah niscaya Dia akan mencukupi apa yang dia inginkan.” demikian kata Imam Al-Qurthubi dalam Al-Jami’ Ahkamul Qur’an, 8/106.

Ada empat sikap yang bisa kita bangun dalam menghadapi kesulitan-kesulitan kehidupan :


* Pertama, kita harus menyadari bahwa siapapun orangnya, di manapun dan dalam keadaan bagaimanapun, selama kita hidup pasti akan bertemu dengan berbagai macam kesulitan. Sebagian ada yang berhasil dan ada yang gagal melewatinya. Proses perjuangan untuk menaklukkkan kesulitan-kesulitan inilah yang kemudian disebut dengan hidup. Membenci kesulitan sama saja dengan membenci kehidupan itu sendiri.

* Kedua, perlu disadari bahwa kesulitan adalah milik semua hamba.Setiap hamba pasti akan menemui kesulitan dalam kehidupannya, semua orang akan mendapatkan jatah/ agenda kesulitannya sendiri-sendiri. Kesulitan adalah sunnatullah, hukum yang telah Allah tetapkan. Firman Allah , yang artinya “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS. al-Baqarah ; 155).

* Ketiga, memahami bahwa kadar kesulitan yang menimpa setara dengan kesanggupan untuk memikul kesulitan itu. Allah tidak akan pernah berbuat dzalim. Allah berfirman , “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya “. (Qs. al-Baqarah 286). Sungguh besar kasih sayang Allah kepada manusia. Allah telah berkenan memberi kesulitan yang banyak mengandung hikmah dan kebaikan, selain bahwa semua kesulitan iitu tidak pernah melampaui batas kekuatan manusia.

* Keempat, yakinlah bahwa dalam setiap kesulitan tentu ada karunia kemudahan. Allah berfirman ,” Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan; sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (Qs. al-Insyirah 5 – 6)


Dengan kesulitan kita akan mampu mengenal siapa diri kita. Ia akan memberikan gambaran yang jelas tentang siapa diri kita sebenarnya. Karena ia adalah cermin yang mampu memberikan gambaran utuh tentang kepribadian dan karakter kita. Kesulitan tidak akan dapat disingkirkan dalam perjalanan manusia.

Saudaraku, Allah mengabarkan bahwa orang-orang yang bersyukur adalah mereka yang dapat mengambil manfaat dan pelajaran dari ayat-ayat-Nya. Syukur dalam kesulitan akan menghantarkan orang-orang kepada Dzat yang disyukurinya.

Firman Allah, yang artinya ,” Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur, “ (Qs. Luqman : 31).
Kesulitan menjadi sarana seorang hamba untuk dekat kepada Tuhannya.
Allah menamakan Diri-Nya dengan Asy-Syakir dan Asy-Syakur , dan juga menamakan orang-orang yang bersyukur dengan dua nama itu. Dengan begitu Allah mensifati mereka dengan sifat-Nya dan memberikan nama kepada mereka dengan nama-Nya dan karunia Allah yang diberikan kepada orang-orang yang besyukur.
Ini adalah bukti penggambaran kecintaan Allah dan karunia Allah yang diberikan kepada orang-orang yang bersyukur.

Saudaraku, janganlah membenci kesulitan, karena melalui kehadirannya kita menjadi dekat kepada Pencipta kita, melaluinya kita menjadi manusia yang bersyukur.


Wallahu a’lam bish-Shawwab..

Saat paling membahagiakan

Imam Muslim meriwayatkan hadits dari abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, yang artinya ,” seorang hamba sangat dekat dengan Tuhan-nya saat ia sujud. Karena itu, perbanyaklah doa saat itu ,”
Saudaraku, saat manakah yang paling membahagiakan seorang hamba selain merasakan kedekatan dengan Rabb-nya?
Allah mendekat kepada hamba-Nya selagi hamba itu berupaya mendekatkan dirinya kepada-Nya dan kedekatan Allah dengan hamba-Nya tergantung sejauh mana kedekatan hamba tersebut dengan-Nya. Dan hanya berkat karunia dan rahmat-Nya sajalah, Allah lebih mendekat kepada hamba-Nya, daripada kedekatan hamba kepada-Nya.

Hadits diatas memberikan motivasi kepada kita akan sarana paling efektif dalam mendekatkan diri kepada Allah. Sarana itu adalah sujud dengan khusyu’ didalam shalat kita. Di saat itu seorang hamba berdoa kepada Allah ,saat ia berada dalam situasi paling dekat , di puncak merendahkan diri, ketundukan dan kepasrahan serta kelemahan seorang hamba di hadapan Rabb-nya.

Lalu apa saja doa-doa yang sebaiknya kita panjatkan .Diantara tempat-tempat didalam shalat yang disunnah untuk berdoa adalah ketika ia sedang bersujud, diantara doa-doa ma’tsurah yang biasa dibaca tatkala sujud, misalnya :

سُبْحَانَك اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِك ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي

(Muttafaq Alaihi)

سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوحِ
(HR. Muslim)

اللَّهُمَّ لَكَ سَجَدْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَلَكَ أَسْلَمْتُ سَجَدَ وَجْهِى لِلَّذِى خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ تَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
(HR. Muslim)

سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ
(HR. Muslim)

سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى ;

dibaca tiga kali (HR. Ibnu Majah)

Kita diperbolehkan ketika tengah sujud didalam shalat-shalat kita yang wajib maupun sunnah untuk mengucapkan doa-doanya baik untuk urusan akherat maupun dunia. Diperbolehkan pula baginya berdoa dengan doa-doa yang matsur yang berasal dari Rasulullah saw maupun yang tidak ma’tsur
Sebagaimana sabda Rasulullah saw,yang artinya ”Kemudian hendaklah dia memilih suatu doa yang diinginkannya.” (Muttafaq Alaihi) dan sabdanya saw,”Kemudian hendaklah dia memilih suatu permintaan yang dikehendaki dan diinginkannya.” (HR. Muslim)

Selanjutnya bagaimana dengan doa-doa yang berasal dari ayat-ayat Al Qur’an ?
Memang terdapat larangan dari Rasulullah saw untuk membaca Al Qur’an pada saat ruku’dan sujud sebagaimana sabdanya,”… Ketahuilah, sesungguhnya aku dilarang untuk membaca Al Qur’an disaat ruku’ atau sujud. Adapun ruku maka agungkanlah Allah azza wa jalla didalamnya sedangkan sujud maka berupayalah untuk berdoa maka tentu kalian akan dikabulkan.” (HR. Muslim)

Hadits itu memberikan petunjuk kepada kita bahwa ruku’ adalah tempat tasbih dan mengagungkan Allah swt meskipun disini juga tidak dilarang bagi seseorang untuk berdoa sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim bahwa Nabi saw membaca pada saat ruku’
(Maha Suci Engkau Wahai Allah dan segala puji bagi-Mu. Wahai Allah ampunilah aku).

Selain itu hadits tersebut juga memberikan petunjuk kepada kita bahwa sujud adalah tempat untuk tasbih dan berdoa, sebagaimana penjelasan sebelumnya.

Tentang pelarangan membaca Al Qur’an saat ruku’ dan sujud ini, Imam Nawawi didalam “Syarh” nya mengatakan bahwa jika seseorang membaca selain surat Al Fatihah sewaktu ruku’ atau sujud maka itu adalah makruh dan tidaklah membatalkan shalat.

Sedangkan jika dia membaca al fathihah maka terdapat dua pendapat :


* a. pertama mengatakan bahwa ia sama dengan membaca selain Al Fatehah sehingga makruh dan tidak membatalkan shalatnya,

* b. sedangkan pendapat kedua mengatakan bahwa itu adalah haram dan membatalkan shalatnya, hal itu apabila disengaja sedangkan jika dia membacanya karena lupa maka hal itu makruh. (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi juz IV hal 262)


Memang tampak secara lahiriyah adanya pertentangan antara dua perintah Rasulullah saw diatas, yaitu antara perintah memperbanyak doa (termasuk dari ayat-ayat Al Qur’an) pada saat sujud dengan larangannya saw dari membaca Al Qur’an pada saat ruku’ dan sujud.

Untuk itu para ulama Hanafi berpendapat bahwa seseorang yang melaksanakan shalat dan hendak melakukan doa disaat sujudnya dengan doa-doa yang berasal dari ayat-ayat al Qur’an maka janganlah dirinya meniatkannya untuk membaca al Qur’an dikarenakan
larangan yang ada didalam hadits diatas.

Saudaraku, doa merupakan cerminan akhlak kita. Doa kita hadirkan dalam sujud kita , karena hati ini merindukan pertolongan-Nya , kasih sayang-Nya dan ampunan-Nya.
Kita merintih , memohon dan merendahkan diri pada saat kita berada dalam situasi yang paling dekat dengan Allah. Sungguh hal luar biasa membahagiakan. Karena Allah sangat dekat, maka seorang hamba beriman meyakini bahwa Allah akan mengabulkan doa-doanya.

Sebagaimana firman Allah, yang artinya ,” Dan apabila hamba-Ku bertanya kepadamu maka (jawablah), bahwa Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku “, (Qs. Al-Baqarah : 186).

Bahkan Allah sangat malu jika doa hamba-Nya tidak dikabulkan-Nya , sebagaimana Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Sesungguhnya Allah Mahahidup dan Mahamulia, Dia malu membiarkan orang berdoa sambil mengangkat kedua tangan dan menutup keduanya dengan tanpa hasil ,” (Hr. Tirmidzi).

Saudaraku, akankah kita masih menyia-nyiakan kesempatan emas ini ? Berapa kali sehari kita sujud dan berdoa disaat sujud ?
Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita untuk selalu berdoa dalam sujud.

Wallahu A’lam

Sumber : Ustadz Sigit Pranowo, Lc

ciri orang ikhlas

Firman Allah, yang artinya ,” Padahal mereka tidak disuruh supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama (dengan ) lurus “ (Qs. Al-Bayyinah : 5).
Rasulullah SAW bersabda,
إن الله لا يقبل من العمل إلا ما كان خالصا، وابتغى به وجهه (رواه النسائي بإسناد جيد
“Sesungguhnya Allah SWT tidak menerima suatu amal kecuali dengan ikhlash dan dengannya mengharap wajah-Nya.” (Hr Nasai)
Syaikh Yusuf al-Qaradhawy , menyatakan bahwa ikhlas adalah persoalan paling penting dalam amal dan ibadah seorang hamba kepada Allah SWT, bahwa Sebuah amal dari amal-amal hati, tetapi ikhlash merupakan amal hati yang pertama-tama, karena sesungguhnya diterimanya amal-amal itu tidak akan sempurna kecuali dengan ikhlash.

Imam Ghazali dalam Mizanul Amal menyatakan,’ sesungguhnya hakekat keikhlasan akan diketahui dengan satu kriteria, yaitu seorang yang menyampaikan nasehat, dia akan menyampaikan nasehat hanya karena Allah semata, bukan karena nasehatnya ingin diterima orang banyak, tujuan utamanya adalah untuk mengajak manusia untuk patuh dan ta’at menjalankan perintah Allah. Tanda-tandanya adalah , bila ia duduk, dia akan memberikan nasehat dengan perilaku baiknya. Ilmunya mengucur deras dan nasehatnya menyejukkan hati sehingga diterima banyak orang. Dia akan bersuka cita dan bersyukur kepada Allah , karena sudah menjalankan tugas dan tanggung jawabnya,

Ketika bertukar pikiran pun, tujuan utamanya bukanlah untuk mengalahkan lawan bicara, bahkan mereka berharap agar Allah memperlihatkan kebenaran di pihak lawan bicaranya.
Imam Syafii , dalam Al-Majmu’ 1/46 berkata, ‘aku tidak pernah berdebat atau bertukar pikiran dengan seorangpun karena ingin menang, bila berdebat dan bertukar pikiran , aku ingin kebenaran tumbuh dari lawan bicaraku’.

Orang yang ikhlas tidak akan mempedulikan , walaupun semua kebencian ditujukan kepadanya, dia akan tetap mempertahankan hubungannya dengan Allah dan kurang menyukai bila orang lain mengetahui betapa dia beramal. Andaikata orang yang ikhlas mendapatkan dua tawaran sekaligus , untuk berbakti kepada Allah dan yang kedua untuk mendapatkan dunia, maka dia akan memilih berbakti kepada Allah.

Ibn Muhairiz berkata bahwa , ‘Jika bisa, hendaklah engkau mengenal tetapi tidak dikenal, berjalanlah sendiri dan jangan mau diikuti, bertanyalah dan jangan ditanya. Lakukanlah hal ini.’
Fudhail bin Iyadh berkata, ‘Jika engkau sanggup untuk tidak dikenal, maka lakukanlah.
• Apa susahnya bila engkau tidak dikenal ?
• Apa susahnya bila engkau tidak disanjung-sanjung?
Tidak mengapa engkau tercela di hadapan manusia selagi engkau terpuji di sisi Allah.’

Imam Ahmad berkata:’Aku ingin sembunyi tinggal di jalan-jalan di sela-sela gunung-gunung yang ada di Mekah hingga aku tidak dikenal. Aku telah ditimpa musibah ketenaran’

Brrkaitan dengan keikhlasan , para salafus shaleh banyak merahasiakan ketaatan dan berbagai perbuatan baik yang dianjurkan. Hal ini mereka lakukan sehinga tidak akan menimbulkan ujub atau kesombongan , sehingga kemuliaan dan harga diri tetap terjaga. Namun demikian, seorang hamba beriman tidak boleh berlebihan dalam menyembunyikan amal kebaikannya sehingga akan menyulitkan dirinya sendiri. Karena ada sebagian orang yang terlalu berlebihan mencela dirinya agar kebaikan yang mereka lakukan tetap tersembunyi.

Ibnul Jauzi menceritakan dalam sebuah kisah, Walid bin ‘Abdul Malik (seorang khalifah Daulah Umawiyah) ingin mengangkat YAzid bin Matsad sebagai gubernur.
BErita ini akhirnya sampai ke Yazid. Dan YAzid berusaha menghindari jabatan ini dengan berpura-pura menjadi gila , dia memakai baju terbalik, pergi keluar rumah tanpa baju dan peci, tanpa sandal maupun sepatu, dan pergi kepasar-pasar.
Sehingga banyak yang bertanya kepada Walid, mengapa engkau akan mengangkat Yazid sebagai gubernur ? Sedangkan banyak orang melaporkan bahwa Yazid sekarang telah hilang akal alias gila.

Maka Walid pun tidak jadi mengangkatnya menjadi gubernur.

Semoga Allah melindungi kita dari sifat Ujub (i'jab bin nafsi) yaitu penyakit membanggakan diri sendiri, membanggakan amalan kita dst. Karena inilah akan menjadi bibit penyakit yang lebih berbahaya yaitu ghurur. Ghurur adalah penyakit membanggakan diri sendiri disertai dengan merendahkan orang lain.
Iblis pun telah terkena penyakit ghurur, dan akhirnya menjadi takabbur .Sehingga dia menjadi makhluk terlaknat yang paling hina dihadapan Allah.

Wallahu a’lam bish shawab
Sumber : DR.Rinto Anugraha

Tenangnya Hati ketika mengingat Allah

Rasulullah pernah bersabda, yang artinya ,” Dan dijadikan penyejuk hatiku dalam shalat ,” (Hr Ahmad dan an – Nasai dari Anas) .1.
Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Wahai Bilal ! Kumandangkan iqamat untuk shalat. Karena dengan shalat itu hati kita menjadi tenang, “(Hr Ahmad dan Abu Dawud ).2.
Ketika kita sedang dirundung kesedihan, rasa sakit, atau ingin membuat rileks dari lelah fisik , maka perlu suatu hiburan yang menyegarkan. Dikala shalat , hati seorang hamba bisa terlepas dari segala permasalahan yang mencengkeramnya.

Shalat bagaikan ketenangan yang didapatkan ketika memasuki tempat yang membuat seorang hamba merasa lebih tenang daripada tempat sebelumnya. Semoga kita bisa merasakan sebagaimana yang telah dirasakan Rasulullah. Yaitu perasaan bahagia dan penuh kedamaian , seperti yang disabdakan dalam haditsnya, yang artinya ,” Kebahagiaan hatiku tercipta dalam shalat “.

Shuhaib meriwayatkan dari Rasulullah bahwa amalan para Nabi Allah adalah melaksanakan shalat setiap menghadapi kesusahan. Sahabat Abu Darda berkata, bahwa ‘jika terjadi angin topan, maka Rasulullah saw segera masuk ke masjid dan tidak akan keluar sehingga angin itu berhenti. Begitu juga apabila terjadi gerhana matahari atau bulan maka Rasulullah saw segera melaksanakan shalat ‘.

Saudaraku, sungguh shalat adalah kenikmatan yang sering terlupakan. Kadangkala kita tidak menyadarinya, menjadikan kita terhalang dari kenikmatan itu sendiri.
Padahal shalat adalah kenikmatan yang sempurna pada diri seorang hamba. Bagaimana tidak, pada saat shalat, pada saat itulah kita mennghadap kepada Allah, disaat itulah kita memuji-Nya, meminta belas kasih-Nya , pada saat itulah kita memohon ampunan-Nya.

Shalat adalah rahmat Allah yang sangat luas. Maka apabila seorang hamba yang melaksanakan shalat ketika sedang mengalami kesusahan yang luar biasa , berarti ia segera menuju kepada rahmat Allah. Dan apabila rahmat Allah datang menghampiri dan menolongnya dari kesusahan, maka kesusahan apa lagi yang tersisa?

Berapa banyak hamba-hamba terhalang untuk mendirikan shalat bahkan ingkar terhadapnya ? Berapa banyak hamba-hamba yang belum pernah tahu kelezatan shalat? Ini berarti sungguh telah kehilangan rahmat Allah.

Syaikh sa’id Hawa menjelaskan kenapa shalat dan sabar sangat tepat untuk dijadikan sarana meraih pertolongan Allah.
Sebagaimana telah dijelaskan dalam firman Allah, yang artinya ,” Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya (yang demikian itu) sulit , kecuali bagi orang-orang yang khusyu. (Yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhan-nya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya “ , (Qs. Al-Baqarah : 45).

Ya Allah, hamba adalah orang yang takut dan meminta perlindungan. Hamba adalah seorang fakir yang meminta-minta. Oleh karena itu , karuniai aku dengan rizki-Mu. Ya Allah
Aku bukanlah pendosa yang meminta maaf atau orang yang memiliki kekuatan dan meminta pertolongan. Akan tetapi hamba , hanyalah seorang pendosa yang meminta ampunan.

Kesabaran dapat mendatangkan berbagai kebaikan, sedangkan shalat mencegah dari perbuatan keji dan munkar, disamping tentu saja shalat dapat memberikan ketenangan dan kedamaian hati.

Saudaraku, mengapa kita harus mencari beraneka hiburan untuk mengobati kepenatan aktivitas kehidupan sehari-hari. Bukankah Allah telah menyediakan sarana yang sungguh indah bagi hamba-hamba-Nya yang beriman.

Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Shalat adalah sebaik-baiknya amalan yang ditetapkan Allah untuk hamba-Nya “ ,(Hr Muslim).

Allahu a’lam
Sumber : Awwal Marrah ‘Ushalli : wa kana li al-shalat tha’mun akhar , Dr Khlaid abu Syadi.

Catatan :
1. Hr Ahmad dan an – Nasai dari Anas, shahih sebagaimana disebutkan dalam Shahih al-Jami’ 3124
2. Hr Ahmad dan Abu Dawud dari seseorang, hadits shahih sebagaimana disebutkan dalam Shahih al-Jami’ ,7892)

Sakit adalah Ujian Keimanan

Saudaraku, ketika anda sedang sakit (kena musibah), bukan berarti karena kehinaan anda di hadapan Allah , namun sebaliknya , justru anda dimuliakan dihadapan-Nya. Melalui sakit (musibah) itu, Allah menghapus dosa-dosa dan mengangkat derajad kita. Ini adalah salah satu tanda kecintaan Allah kepada hamba-Nya.
Karena itulah , para salafus Shalih justru menikmati sakit yang dideritanya, agar tak kehilangan kesempatan emas untuk mendapatkan ampunan Allah. Seorang ulama bahkan mengatakan timbangan kebaikan sesorang hamba, kadang bukan saja dari amal shalih yang ia lakukan, namun juga buah dari kesabaran, buah dari bersikap baik, dan buah dari ridha akan ketentuan-Nya.
Laksana pohon yang menggugurkan daunnya sebagian hari-hari dalam setahun. Sebagaimana sakit menjadikan dosa-dosa berguguran hingga seorang hamba terbebas dari beban dosa.

Saudaraku, bagi Allah , seorang hamba yang mendertia sakit bukanlah orang hina. Rasulullah pernah bersabda dalam hadits qudsi , yang artinya “Sesungguhnya Allah SWT berfirman pada hari kiamat, “ Wahai anak adam, Aku sakit. Mengapa engkau tidak menjenguk-Ku ? “
berkata anak adam ,’Bagaimana saya menjenguk-Mu , padahal Engkau adalah Rabb semesta alam?’
Allah menjawab ,” Apakah engkau tidak mengerti bahwa hamba-Ku si fulan sakit dan engkau tidak menjenguknya ?
“ Apakah engkau tidak mengerti bahwa seandainya engkau menjenguknya, niscaya akan engkau dapati Aku bersamanya ? “. (Hr Muslim).

Saudaraku, dari hadits itu diambil pemahaman bahwa Allah turut merasakan sakitmketika seorang hamba-Nya sedang mendertia. Ini menunjukkan Allah memuliakan hamba-Nya yang sedang menderita, sekaligus bukti akan kedekatan allah dengannya. Maka sudak sepantasnya berbahagialah hamba yang sedang sakit.

Sakit (musibah) tidak akan datang kepada seorang hamba sebagai cobaan, kecuali dengan takdir Allah.

Ketika turun firman Allah, yang artinya ,” (pahala dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu (366) yang kosong dan tidak pula menurut angan-angan ahli kitab. Barang siapa mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu. Dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah“, (Qs. An-Nisa’ : 123).


Turunnya ayat ini, membuat para sahabat resah, mereka merasa bahwa diri mereka yang bergelimang dosa maka azab akan segera datang sebagai pembalasan akibat dosa-dosan mereka.
Sehingga sahabat Abu Bakar bertanya kepada Rasulullah, ‘ Wahai Rasulullah bagaimana nasib kebaikan kami setelah turun ayat ini? ‘
Maka, Rasulullah menjawab ,yang artinya “, Semoga Allah mengampunimu wahai Abu Bakar. Bukankah engkau (pernah) sakit , bukankah engkau bersedih, bukankah engaku susah dalam penghidupan ? “
Abu bakar berkata,’benar wahai Rasulullah “.
Maka Rasulullah saw bersabda, yang artinya , “ Itulah penghapus dosamu”. (Hr Ahmad –Ibnu Hibban, Al Albani menshahihkan dalam Shahih At-Targib wat Rarhib , 3430).

Yakinlah bahwa Allah menguji hamba-Nya dengan sakit (musibah) , beberapa hadits menjelaskan :


1. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim, menyatakan bahwa Rasulullah pernah bersabda, yang artinya ,”tidaklah seorang hamba muslim tertimpa derita dari penyakit atau perkaran lain kecuali Allah hapuskan dengannya (sakit tersebut) kejelekan-kejelakannya (dosa-dosanya) sebagaimana pohon menggugurkan daunnya “ (Hr Bukhari-Muslim).

2. Rasulullah bersabda yang artinya ,” Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya, maka Allah akan memberikan cobaan padanya ,” (Hr. Bukhari).

3. Rasulullah bersabda , yang artinya ,” Tidak akada yang menimpa seorang hamba muslim dari kepenatan, sakit yang berkesinambungan (sakit menahun), kebimbangan, kesedihan, penderitaan, kesusahan, sampai duri yang ia tertusuk karenanya, kecuali dengan itu Allah menghapus dosa-dosanya , “( Hr Bukhari).

4. Rasulullah bersabda , yang artinya ,” Sesungguhnya, Aku (Allah) jika memberikan cobaan kepada salah seorang hamba-Ku yang mukmin, kemudia ia bersyukur kepada-Ku terhadap apa yang Aku timpakan kepadanya, maka ia bangun dari tidurnya sebagaimana hari saat ia dilahirkan oleh ibunya tanpa dosa-dosa”. Lalu Ar-Rabb (Allah) SWT , berfirman kepada para malaikat , “ Aku telah mengikat hamba-Ku dan telah Ku-coba, maka berikanlah pahala kepadanya, sebagaimana kamu sekalian memberikan pahala kepadanya pada saat ia dalam keadaan sehat “, (Hr Ahmad. Al Abani menhasankan dalam shahih at Targhib wat Tarhib 3423,).

5. Rasulullah bersabda , yang artinya, “ Tidaklah seorang muslim tertusuk duri atau sesuatu selainnya (benda yang lebih kecil dari itu), kecuali akan ditetapkan untuknya satu derajad dan dihapuskan untuknya satu kesalahan “, (Hr Muslim).

6. Rasulullah bersabda , yang artinya ,” Sesungguhnya , ada orang yang mendapat kedudukan di sisi Allah, akan tetapi tidak ada satu amalpun darinya yang bisa menghantarkannya untuk mencapai kedudukan itu. Oleh karena itu, Allah SWT mencobanya dengan suatu hal yang tidak ia sukai, sehingga dengan hal itu ia mendapatkan kedudukan tersebut , “ (Hr Ibn Hibban. Al-Albani berkata, ‘hadits ini hasan shahih,’ lihat Shahih at Targhib wat Tarhib 3408).

7. Rasulullah bersabda , yang artinya ,” Tidak ada sama sekali yang menimpa urat seorang mukmin kecuali Allah hapuskan untuknya dengan (cobaan) ini kesalahan, dan Allah tetapkan baginya kebaikan serta Allah angkat derajadnya , “ (Hr At Thabrani. Al Hafizh Ibn Hajar menjayyidkan hadits ini dalam Fathul Bari X/105. Al Albani men-dha’ifkan hadits ini dalam Dha’if At Targhib wat Tarhib 1996).


Allah menguji hamba-Nya dengan sakit , dan tidak hanya untuk menghapus dosa namun juga untuk mengangkat derajat hamba-Nya. Ada kalanya Allah menetapkan kedudukan yang tinggi disisinya kepada seorang hamba-Nya. Namun apabila hamba tersebut dengan amalannya saja tiada sanggup mencapainya, maka Allah timpakan kepadanya sakit (musibah) sebagai cobaan. Dengan sakit/ musibah itu hamba tersebut memperoleh kedudukan yang telah Allah tetapkan baginya.

Sudaraku, sesungguhnya Para Rasul (Nabi) juga banyak menderita musibah (sakit).
Sebagaimana Firman Allah , yang artinya ,” Dan ingatlah kisah Ayyub, ketika ia menyeru Rabb-nya , “ (Ya Rabb-ku), sesungguhnya , aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Yang Maha Penyayang diantara semua penyayang “. Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya padanya, dan Kami lipatgandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah “ (Qs. Al-Anbiya ‘: 83-84).

Rasulullah bersabda , yang artinya ,” Orang yang mendapat cobaan paling berat adalah para Nabi, kemudian para ulama, kemudian orang-orang shalih ,” (Hr Al-Hakim. Al-Albani menshahihkan dalam shahih at Targhib wat Tarhib, 995).

Saudaraku, jika ada yang masih menderita sakit janganlah bersedih. Sesungguhnya para nabi yang tinggi martabatnya disisi Allah, juga ditimpa sakit (musibah) jauh lebih berat daripada kita semua. Sedangkan mereka adalah golongan hamba-hamba yang paling dicintai Allah.

Saudaraku, bagi seorang hamba yang tidak pernah menderita sakit atau musibah, maka janganlah merasa bergembira. Dan janganlah berfikir bahwa itu adalah tanda bagi hamba yang beruntung. justru karena Allah memang belum berkehendak untuk membersihkan dosa-dosa hamba-Nya itu. Sehingga Allah biarkan saja ia tanpa cobaan apapun, sampai Allah mencabutnya. Jadi sehat terus menerus belum tentu menjadi bukti akan keridhaan Allah.

Sebagaimana Rasulullah bersabda , yang artinya, “ Perumpamaan orang mukmin itu ibarat sebatang tanaman yang mudah condong apabila ditiup angin. Dan ketika angin tidak berhembus, ia kembali tegak. Sedang perumpamaan orang fajir (selalu berbuat dosa) ibarat pohon ‘arzah’ yang berdiri tegak (kokoh) sampai Allah mencabutnya (menumbangkannya) jia Dia berkehendak” , (Hr Bukhari).

Allahu ‘alam


Sumber : Risalah ila kulli maridh ash-shihah wal maradh, Dr Abdul Muhdi abdul Hadi, Hamd bi Abdullah ad-Dausari

Selasa, 13 Oktober 2009

Ini semua karena kamu......



Sakit memang terasa sakit…. kenapa ya aku bisa merasakan sakit yang seperti ini. Seumur-umur aku tak pernah merasakan sakit seperti ini. Inikah yang dinamakan sindrom pulang kampung. Hmmm …aku berfikir sejenak kenapa ya aku bisa merasakan sakit yang luar biasa seperti ini. Karena Dia, Dia, atau Dia. Analisis terhadap apa yang pernah terjadi sebelumnya terpaksa aku ingat-ingat kembali.
Pertama-tama sih merasa biasa, tapi lama-kelamaan kok badan terasa panas disertai batuk-batuk dan sakit di tenggorokan. Padahal suhu tubuhku normal. Trus iseng melihat tanganku. Lho kok ada bercak-bercak merah di seluruh kulit. Seperti bercak demam berdarah gitu, tapi kok nggak bulat-bulat bentuknya. Lho kok badan tambah terasa tak enak. Karena dalam perjalanan, dokter manapun akan aku datangi. Akhirnya tiba di sebuah rumah sakit bedah. Kata ntu Dokter umum diduga kena campak, karena gejalanya seperti campak.
“It’s Ok Dok”, I said. Tapi setelah diberi obat dan kuperhatikan. Kok dikulitku tidak timbul gatal-gatal seperti penyakit campak. Pegal-pegal yang luar biasa, kram di sekujur tubuh, dan berjalan pun susah. Sholat lima waktu tetap tidak boleh ketinggalan. Tak lupa biar sembuh, obat dari dokter pun aku minum. Makan pun aku jaga.
Sebelum ke Jakarta, Kota Bandung pun ku jelajahi. Bukannya tambah enak, mukaku tambah memerah kayak tomat. Aku jadi tambah bingung, kok campak kayak gini. Setelah tiba di ibukota Jakarta, Aku heran kok penyakitku belum sembuh juga. Padahal obat yang Dokter berikan sudah hampir habis. Pengecekan kembali aku lakukan ke dokter yang ada di Jakarta. Sebelum diperiksa, dokter pun mendengar kisah penyakitku. Dan menyimpulkan kalau aku terinfeksi bakteri yang merusak sel darah merah (hemolisis). bentuknya sih cantik, tetapi sebenarnya nih bakteri mematikan lho...Dokter pun memberikanku antibiotik. Setelah berusaha keras untuk sembuh. Alhamdulillah perlahan-lahan tubuhku kembali normal. Syukron bagi teman-teman yang udah mendo’akanku sewaktu aku sakit. Waduh ini pasti karena aku salah jajan. Salah-salah pilih makanan bisa menjadi penyakit. Kalau sudah sakit segala aktifitas bisa terganggu.
Walaupun sudah menjaga tubuh kalau penyakit sudah datang, itu adalah qadha Allah untuk kita. Terutama bagaimana kita menyikapi suatu penyakit yaitu bersabar dan berusaha untuk sembuh. Kata Kakakku “Adik….Allah sedang sayang sama adik, smoga dosa-dosa adik berguguran”. Kakak yang lucu…Amin….Terima kasih sudah menjaga Adik selama sakit ya Kakak.