Tuesday, 23 March 2010
ImageAmerika dan Barat mendukung individu atau organisasi yang seide dengan budaya Barat untuk menghantam Islam yang lurus.
Indonesia adalah negara berpenduduk Muslim ter-besar di dunia. Keber-adaannya memegang peran penting di dunia Islam. Andai Indonesia bangkit dengan Islam, maka hal ini tidak saja membahayakan kawasan tapi dunia pada umumnya, khusus-nya hegemoni Barat.
Tak mengherankan bila Barat mencoba 'mengerem' bangkitnya Islam dari Indonesia. Mereka tidak ingin Islam muncul sebagai kekuatan dalam sebuah negara. Berbagai cara dilakukan. Salah satu caranya adalah bagaimana Barat mengarahkan ghirah Islam yang mulai muncul ke arah yang melenceng dari Islam dan justru sesuai dengan cara pan-dang Barat.
Dokumen Rand Corpora-tion bisa menjadi bukti akan hal itu. Lembaga think tank yang dibiayai oleh Gedung Putih AS ini pada 2007 lalu mengeluarkan sebuah kajian setebal 217 halaman berjudul: “Building Mode-rate Muslim Network”. Dalam laporan yang mengandungi sepuluh bab itu, Rand Corporation menjelaskan latar belakang kajian ini, yaitu mewujudkan ketidakseimbangan kekuatan antara Muslim radikal-fundamentalis dan Muslim moderat-liberal.
Dengan politik belah bambu ini, Amerika dan Barat mendukung kalangan moderat untuk mengecam kesalahan persepsi Islam yang dikembangkan kaum yang mereka sebut ekstrimis karena ingin menegakkan Islam kaffah.
Secara umum Rand Corporation menggariskan peta jalan (road map) bagaimana untuk membangun jaringan Muslim moderat ini dengan memberikan bantuannya kepada pihak-pihak yang dianggap mampu mengemban pemikiran tersebut. Mereka adalah 1) Para akademik dan intelektual Muslim yang liberal dan sekuler, 2) Mahasiswa muda berpaham moderat, 3) Komunitas aktivis, 4) Organisasi-organisasi yang mengampanyekan persamaan jender, 5) Wartawan dan penulis moderat.
Rand Corporation juga menjelaskan secara terperinci kriteria kalangan Muslim Moderat-Liberal yang akan dijadikan sahabat Amerika, yaitu 1) Pendukung demokrasi, 2) Pejuang hak-hak manusia, kesetaraan jender dan kebebasan beragama, 3) Menghargai pluralisme, 4) Menerima sumber hukum yang bukan mazhab, 5) Menentang terorisme
Pola-pola ini pula yang digunakan di Indonesia. Amerika dan Barat mendukung tokoh-tokoh-tokoh yang masuk dalam kriterianya. Tak segan-segan Amerika dan Barat memberikan bantuan dana dan penghargaan kepada tokoh-tokoh tersebut. Termasuk pula membiayai me-reka untuk melanjutkan pendi-dikan di dunia Barat. Milyaran rupiah dana dikucurkan untuk proyek liberalisasi ini.
Tokoh-tokoh yang berjasa dalam proyek ini pun diberi penghargaan. Lihat saja, Musdah Mulia. Profesor UIN Syarif Hidaya-tullah Jakarta yang pro homo-seksual ini mendapat penghar-gaan International Women of Courage dari Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice di kantor kementerian luar negeri Amerika Serikat (AS), Washington pada Hari Perempuan Dunia 8 Maret tahun 2008. Amerika Serikat memberikan penghargaan kepa-da 100 perempuan dari seluruh dunia 'yang dianggap berani membuat perubahan demi ke-majuan perempuan di nega-ranya'.
Sebelumnya ia bersama kawan-kawannya yang seide dibantu The Asia Foundation lembaga donasi dari Amerika yang sering mendukung gagasan liberalisme terus mengasongkan gagasan nylenehnya. Ia bahkan muncul kembali bersama para penulis buku Fiqih Lintas Agama. Yang oleh sebagian kaum Muslim dianggap banyak membuang makna teks dan menggunakan aspek konteks secara amburadul.
“Pemahaman saya sering dicap terlalu kebarat-baratan dan saya tidak akan terkejut, sekem-bali dari Amerika Serikat, saya akan dicap sebagai antek Ame-rika," kata Musdah seolah telah siap dengan segala risikonya.
Cara yang sama diberikan kepada Ulil Abshar Abdala. Dedengkot Jaringan Islam Liberal (JIL) ini malah diberi kesempatan untuk melanjutkan studinya di Amerika. Sebelumnya JIL men-dapat bantuan dana dari The Asia Foundation untuk menyebarkan ide-ide liberal di kalangan Islam.
Penghargaan juga diberi-kan kepada Abdurrahman Wahid. Tidak tanggung-tanggung, Gus Dur diundang ke Shimon Wiesenthal Center (SWC) untuk menerima Medal of Valor, Medali Keberanian pada Mei 2008. Medali ini dianugerahkan kepada mantan presiden RI ini dikarena-kan ia dianggap sebagai sahabat paling setia dan paling berani terang-terangan menjadi pelin-dung kaum Zionis Yahudi dunia di sebuah negeri mayoritas Mus-lim terbesar seperti Indonesia.
Lazimnya acara penganu-gerahan penghargaan, ada juga sejumlah dolar yang dihadiahkan Shimon Wiesenthal Center kepa-da sang penerima. Hanya saja, berapa besar jumlah hadiah be-rupa uang ini tidak disebutkan dalam situs resmi Wiesenthal Center tersebut.
Model yang sama diberikan kepada Goenawan Mohamad. Bos Tempo ini pada Juni 2007 menerima penghargaan Cheva-lier dans l'Ordre des Arts et des Lettes dari Kementrian Kebudaya-an dan Komunikasi Prancis. Goenawan dianggap berjasa dalam penyebaran budaya baik di Perancis atau pun di dunia. Bagi Pemerintah Prancis, Goena-wan Mohamad adalah sosok yang memperjuangkan kebebas-an dan demokrasi di Indonesia.
Sebelumnya GM -pang-gilannya- diberikannya penghar-gaan 'Dan David Prize' oleh Tel Aviv University. Pemberian peng-hargaan yang dilakukan oleh Universitas Tel Aviv (TAU) itu didasarkan kepada aktivitas Goenawan selama 30 tahun terakhir yang memperjuangkan kebebasan pers dan jurnalisme yang independen di Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbanyak di dunia. GM mene-rima hadiah uang senilai 250 ribu dolar AS (sekitar Rp 2,3 milyar).
Keberhasilan GM ini tidak lepas dari perannya meng-orbitkan tokoh-tokoh liberal ke jagad politik Indonesia melalui Majalah Tempo. Ia tergolong sukses menggerakkan proses sekulerisasi di Indonesia. Fakta pun menunjukkan betapa Tempo ini sangat anti Islam.[] humaidi
sumber : www.mediaumat.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar