Kadang-kadang dampak buruk kemaksiatan seorang aktivis Islam atau sejumlah aktivis Islam melebar mengenai jamaah dakwah, atau menimpakan kekalahan pada jamaah dakwah, atau menyebabkan jamaah dakwah mendapat ujian berat. Apalagi jika kemaksiatan itu tergolong dosa besar, atau dikerjakan di level Qiyadah (pemimpin), atau dilakukan oleh tokoh panutan dan figur teladan, atau tidak berusaha dicegah secara maksimal oleh jamaah dakwah, atau tobat dari pelakunya bukan merupakan tobat nashuha. Mahabenar Allah SWT yang berfirman:
“Peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja diantara kalian. Ketahuilah oleh kalian bahwa Allah itu amat keras siksaNya” (QS al-Anfal [8]:25)
Jika kita menelaah Perang Uhud, kita akan menemukan bahwa sebab kekalahan kaum Muslim di dalamnya ialah perilaku tidak disiplin (indisipliner) sebagian pasukan pemanah, yang jumlah mereka tidak mencapai 4% dari jumlah total pasukan Kaum Muslim ketika itu. Lalu apa akibat ketidakdisiplinan mereka atau kemaksiatan yang mereka lakukan? Akibatnya adalah 70 orang Sahabat terbunuh; perut mereka dibelah; hidung dan telinga mereka dipotong-potong; Rasulullah saw. sendiri terluka, wajah Beliau tergores, dan gigi antara gigi seri dan gigi taring Beliau rontok. Kendati demikian, Allah SWT memaafkan mereka, sebagaimana dijelaskan al-Qur’an :
“Sesungguhnya Allah telah memaafkan kalian” (QS. Ali Imran [3]: 152)
Seseorang berkata kepada Hasan al-Bashri, “Bagaimana Allah memaafkan para pemanah, padahal tujuh puluh Sahabat terbunuh ?” Hasan al-Bashri menjawab, “Sekiranya Allah tidak memaafkan mereka, tentu Dia menghabisi mereka semua.”
Semua itu merupakan akibat dan dampak buruk kemaksiatan, sebagaimana dijelaskan Allah SWT:
“Mengapa ketika kalian ditimpa musibah (dalam Perang Uhud), padahal kalian telah menimpakan kekalahan dua kali terhadap musuh-musuh kalian (dalam perang Badar) kalian berkata, “Darimana datangnya (kekalahan) ini?” Katakan, “Itu adalah dari diri kalian sendiri.” (QS. Ali Imran [3]: 165)
Allah SWT berfirman:
“Pada saat kalian lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepada kalian apa yang kalian sukai” (QS. Ali Imran [3]: 152)
Masalah ini juga terlihat jelas dalam Perang Hunain. Pada awalnya kaum Muslim kalah, akibat sebagian dari mereka bangga dengan jumlah pasukan dan senjata, serta lupa kalau kemenangan pertama yang mereka raih datang dari Allah SWT. Orang-orang yang bangga dengan jumlah pasukan dan senjata ketika itu adalah mereka yang baru masuk Islam. Seseorang dari mereka berkata, “Hari ini kita tidak kalah oleh pasukan yang jumlah tentaranya sedikit.” Akibat ujub ialah seperti dijelaskan al-Qur’an:
“(Ingatlah) Perang Hunain, yaitu saat kalian congkak karena banyaknya jumlah kalian. Lalu jumlah yang banyak itu tidak memberikan manfaat kepada kalian sedikit pun dan bumi yang luas itu terasa sempit oleh kalian, kemudian kalian lari ke belakang dengan bercerai-berai” (QS. At-Taubah [9]: 25)
Karena itulah, saya ingin mengatakan, jamaah dakwah yang lurus, yang ingin bisa tetap eksis di dalam menegakkan agama ini di atas muka bumi, harus benar-benar memberikan perhatian yang besar terhadap upaya memberantas kemungkaran di dalam internal barisan mereka melebihi perhatiannya terhadap upaya memberantas kemungkaran di tengah-tengah masyarakat mereka. Sebab jika mereka sukses memperbaiki kondisi internal (jamaah) mereka, mereka pasti lebih mudah untuk membenahi kondisi eksternal (masyarakat) mereka. Bahkan saya ingin menegaskan, bahwa mereka tidak akan pernah berhasil memperbaiki kondisi eksternal (masyarakat) mereka sebelum mereka sendiri behasil membenahi kondisi internal (jamaah) mereka.
Sebelum mengakhiri pembahasan tentang kemaksiatan ini, saya ingin menggarisbawahi satu realitas penting, yakni bahwa kemaksiatan yang saya maksud ini bukan kemaksiatan-kemaksiatan yang tampak secara kasatmata, tetapi termasuk kemaksiatan-kemaksiatan batin yang tidak terlihat. Bahkan kadang-kadang kemaksiatan-kemaksiatan batin semisal riya, ujub, dengki, ambisi jabatan dan sombong lebih berbahaya daripada kemaksiatan-kemaksiatan yang tampak. Sebab, sesuatu yang tidak terlihat itu seperti kanker; ia bisa menyebar secara cepat dalam tubuh dan menghancurkannya tanpa rasa sakit sehingga tidak dirasakan oleh orang yang bersangkutan maupun orang-orang yang ada disekitarnya; kecuali setelah beberapa waktu saat dokter sudah tidak dapat berbuat apa-apa dan obat juga tidak ada manfaatnya lagi. Bukankah kekalahan kaum Muslim dalam perang Hunain adalah akibat kemaksiatan yang tidak terlihat, yaitu perilaku ujub (bangga diri)? Biasanya, orang yang bukan pakar sudah bisa mendeteksi penyakit-penyakit batin ini, apalagi yang bukan pakar.
Karena itu, hendaklah jamaah dakwah yang lurus mewaspadai seluruh kemksiatan. Qiyadah-nya harus membersihkan hati mereka dan berusaha semaksimal mungkin membersihkan hati kader-kader mereka dengan segala sarana yang telah disyariahkan Islam dan ditulis di banyak buku. Mereka mesti menyadari bahwa tindakan prefentif lebih baik daripada tindakan kuratif (mencegah lebih baik daripada mengobati) dan sedikit uang untuk biaya tindakan prefentif lebih baik daripada berjuta-juta uang untuk biaya kuratif. Mereka juga harus menyadari bahwa obat dan perlindungan yang lebih penting untuk mengatasi penyakit-penyakit batin ialah agar para tokoh dan figur panutan di jajaran jamaah dakwah adalah orang-orang yang paling taat kepada Allah SWT; hati dan organ tubuh mereka paling bersih dari segala perkara syubhat dan dosa-dosa kecil, apalagi dosa-dosa besar, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Sebab, rakyat itu bergantung pada perilaku penguasanya dan mengikuti pemimpinnya. Wallahu a’lam.
Disarikan dari buku :
“Pesan-pesan Menggugah untuk Pengemban Dakwah” (Bab : 18, hal. 94-97)
Judul Asli : Risalah ila Man Ya’malu li al-Islam
Penulis : Dr. Najih Ibrahim
Penerjemah : M. Arif Billah
Penyunting : Arief B. Iskandar
Penerbit : Al-Azhar Press 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar