Kamis, 26 November 2009

~Demikianlah Seharusnya Cinta~

Abu Ayyub Al-Anshari, Allah mengharumkan namanya di Timur dan di Barat dan mengangkat derajatnya di atas makhluk-makhlukNya yang lain ketika Dia memilih rumah Abu Ayyub sebagai tempat menginap sementara bagi Nabi mulia yang baru berhijrah ke Madinah. Menginapnya Rasulullah di rumah Abu Ayyub merupakan kisah yang teramat indah untuk dikenang kembali.

Betapa tidak. Saat itu Nabi tiba di Madinah dengan dielu-elukan oleh seluruh penduduk. Semua mata memandanginya dengan penuh kerinduan seolah memandang sang kekasih hati. Mereka semua membuka pintu-pintu rumah, berharap Nabi mulia itu sudi menginap di tempat mereka.
Tetapi Rasulullah ternyata tinggal di sebuah desa berjarak dua mil dari Madinah, yaitu desa Quba'. Disini beliau membuat masjid pertama yang dibangun di atas dasar taqwa.

Kemudian beliau menunggangi ontanya keluar. Para pemimpin kota Yatsrib berusaha agar beliau mau berhenti. Masing-masing ingin mendapat kehormatan dijadikan tempat menginap oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka menghalang-halangi jalannya onta tunggangan beliau dan memohon-mohon, “Tinggallah di rumah saya beserta seluruh perlegkapan Anda, wahai Rasulullah. Kami akan menjamin keselamatan Anda.”

Rasulullah berkata, “Biarkanlah onta ini berjalan sekehendaknya karena dia diperintah oleh Allah.”
Onta itu terus berjalan diikuti tatapan mata para penyambut. Bila dia melewati satu rumah, maka pemiliknya merasa pupus harapan untuk bisa menjadi tuan rumah bagi Rasulullah. Sebaliknya pemilik rumah-rumah berikutnya menanti dengan harap-harap cemas akankah rumah mereka dipilih oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Namun si onta terus saja berjalan. Orang-orang pun mengikutinya dengan penasaran. Akhirnya sampailah dia disuatu tanah kosong di depan rumah Abu Ayyub Al-Anshari. Di situlah dia berhenti dan duduk.

Tapi Rasulullah tidak segera turun. Tak lama kemudian memang si onta bangkit dan berjalan kembali. Rasulullah melepaskan tali kendalinya. Belum jauh berjalan, dia berbalik dan duduk di tempat semula.
Tak terkirakan kebahagiaan Abu Ayyub Al-Anshari. Dia segera mendekati Rasulullah dan menurunkan barang-barang bawaan beliau. Rasanya dunia seisinya terkumpul di rumahnya….

Rumah Abu Ayyub terdiri dari dua lantai. Dia bermaksud mengosongkan barang-barangnya di lantai atas agar bisa di tempati oleh Rasulullah. Namun Rasulullah memilih tinggal di lantai bawah sehingga Abu Ayyub menuruti saja kehendak beliau.
Ketika malam, Rasulullah beranjak ke peraduannya, sementara Abu Ayyub dan istrinya naik ke lantai atas. Setelah menutup pintu, berkatalah Abu Ayyub, “Istriku, apa yang kita lakukan ini? Rasulullah berada di bawah dan kita di atasnya? Patutkah hal seperti ini? Kita berada di antara nabi dan wahyu yang akan turun kepada beliau!
Semalaman kedua suami istri ini gelisah dan tak tahu yang harus dilakukan. Mereka menyingkir dari tengah-tengah ruangan yang diperkirakan Rasulullah tidur di bawahnya. Bila hendak pergi ke sisi ruangan yang lain, mereka berjalan menempel dinding karena tak ingin berjalan di atas Rasulullah.
Pagi harinya Abu Ayyub berterus terang kepada Rasulllah, “Wahai Rasulullah, demi Allah semalam suntuk saya tidak dapat memejamkan mata, demikian pula dengan ummu Ayyub.”
Nabi bertanya, “Apakah sebabnya, wahai Abu Ayyub?”
“Saya teringat betapa saya berada di atas sedangkan Anda di bawah. Bila saya bergerak, maka debu-debu akan rontok dari atas dan mengganggu Anda. Di samping itu saya berada di antara wahyu dan Anda.”
Rasulullah menenangkannya, “Tenanglah, Abu Ayyub. Sesungguhnya aku merasa lebih enak berada di bawah, karena nantinya tentu banyak tamu yang berdatangan.”
Berkisahlah Abu Ayyub:
Aku mengikuti pilihan Rasulullah. Tapi pada suatu malam yang amat dingin, kendi air minum kami terjatuh dan airnya membasahi lantai. Sedangkan satu-satunya benda yang bisa dipakai untuk mengelapnya hanya selimut yang kami pakai. Maka tanpa pikir panjang kami segera mengepel air tumpahan tersebut dengan selimut sebelum terlanjur menetes ke bawah dan mengenai Rasulullah.

Keesokan harinya aku mendatangi Rasulullah seraya berkata, “Demi ayah bundaku, wahai Rasulullah, benar-benar saya tidak bisa tinggal di atas Anda.” Kuceritakan soal kendi yang pecah itu. Beliau akhirnya menerima alasanku dan bersedia pindah ke atas, sedangkan aku dan Ummu Ayyub turun ke lantai bawah.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tinggal di rumah Abu Ayyub selama sekitar tujuh bulan, yaitu sampai masjid di atas tanah yang diduduki onta beliau selesai dibangun. Selanjutnya beliau dan para istrinya tinggal di bilik-bilik di sebelah masjid. Beliau menjadi tetangga Abu Ayyub, tetangga yang menyebabkannya memperoleh kemuliaan dan keutamaan.
Abu Ayyub mencintai Rasulullah dengan cinta yang menyita segenap akal dan hatinya. Rasulullah juga mencintai Abu Ayyub dengan cinta yang menghapuskan dinding pemisah antara Abu Ayyub dan dirinya karena Rasulullah menganggap rumah Abu Ayyub seperti rumah sendiri.


dikutip dari: Sosok Para Sahabat Nabi, DR. Abdurrahman Ra'fat Al-Basya, Cetakan I, Oktober 1996, CV.Pustaka Matiq & Grup CINTA RASULULLAH SAW

Tidak ada komentar:

Posting Komentar