Rabu, 03 Februari 2010

Nafais Tsamarat




Nafais Tsamarat: KEBENCIAN ALLAH PADA HAMBA YANG SIBUK DENGAN PERKARA YANG TIADA GUNA

Al-Fudhail bin Iyadh berkata, Anda meminta surga kepada-Nya, sementara Anda menghadap-Nya dengan membawa sesuatu yang Dia benci. Aku tidak melihat orang yang begitu minim memperhatikan dirinya, ketimbang Anda.

Ma’ruf al-Karkhi berkata, tanda kebencian Allah Azza wa Jalla kepada hamba-Nya adalah ketika Dia melihatnya sibuk dengan perkara yang tidak ada gunanya.
– Imam an-Nawawi, Bustanu al-’Arifin, hal. 129.


Nafais Tsamarat: BEKALI DIRI DENGAN ILMU


Sebaik-baik perkara adalah membekali diri dengan ilmu. Jika seseorang merasa cukup dengan apa yang diketahuinya, maka dia telah diperbudak oleh pikiran (pandangan)-nya.

Akhirnya, dia pun begitu mengagungkan dirinya, sehingga menghalanginya untuk belajar kepada orang lain. Padahal, dengan saling belajar, akan tampak kesalahan (dan kekurangan)-nya.

- Ibn Jauzi, Shaid al-Khathir, hal 62.


Nafais Tsamarat: LETAKKANLAH KEMATIAN DI DEPAN MATA

LETAKKANLAH KEMATIAN DI DEPAN MATAMU! Wajib bagi orang yang berakal, menyiapkan bekal untuk perjalanannya. Karena dia tidak tahu kapan keputusan Tuhannya (kematian) akan megejutkannya.

Dia juga tidak tahu, kapan akan dipanggil? Orang berakal adalah orang yang memberikan tiap kesempatan kepada haknya. Jika diserang oleh kematian, diapun tampak siap. Dan jika dia meraih impiannya, itu akan menambah kebaikan.

– Ibn al-Jauzi, Shaid al-Khathir, hal. 4.


Nafais Tsamarat: SATUKAN KALBUMU KETIKA MEMBACA DAN MENDENGAR AL QUR'AN


Jika Anda ingin mendapatkan manfaat dari al-Quran, maka satukan kalbumu ketika membaca dan mendengarkannya. Tautkanlah pendengaranmu. Hadirkanlah kehadiran Dzat yang menyerunya, yaitu Allah SWT yang menitahkannya, karena al-Quran adalah seruan dari-Nya kepada Anda, melalui lisan Rasulullah SAW: (Sesungguhnya dalam hal itu ada peringatan bagi siapa saja yang mempunyai hati.. [Q.s. Qaf: 37])

– Ibn al-Qayyim, al-Fawaid, hal. 2.

Nafais Tsamarat: HATI LAYAKNYA BADAN


Hati bisa sakit layaknya badan. Namun akan sembuh jika bertaubat dan bersemangat.
Hati bisa galau layaknya kilauan cermin, dan bisa diredam dengan dzikir.
Hati pun bisa telanjang seperti badan dan hiasannya adalah takwa.
Hati pun bisa dahaga dan lapar, seperti badan, dan minumannya adalah makrifat (mengenal Allah), mencintai-Nya, tawakkal dan kembali kepada-Nya, serta mengabdi untuk-Nya.

- Ibn al-Qayyim, al-Fawaid, hal 64.

Nafais Tsamarat: MENJAGA LISAN

Syaikh Islam, Ibnu Taimiyah berkata: Aneh sekali, ketika orang mudah menjaga diri dari memakan makanan haram, berbuat zalim, mencuri, minum khamer, melihat perkara yang diharamkan, dsb; tetapi, dia sulit menjaga gerakan lisannya, sehingga Anda melihat orang yang beragama, zuhud dan ahli ibadah, tetapi ucapannya dimurkai Allah, dan dia tidak peduli..

Berapa banyak Anda lihat, orang wara’ dari perkara keji dan zalim, sementara lisannya lancang menebar kebohongan terhadap orang yang hidup dan mati, tapi dia tidak hirau terhadap apa yang diomongkan.


Nafais Tsamarat: KEUTAMAAN SHOLAT DAN ISTIGFAR

Rasulullah SAW bersabda: “Shalat Dhuha akan mendatangkan rizki dan mencegah kefakiran“.
Beliau juga “berpesan kepada Abu Hurairah: “Perintahkanlah keluargamu shalat, karena Allah akan mendatangkan rizkimu dr jalan yang tidak terduga”
Juga berpesan: Siapa saja yang melanggengkan istighfar, Allah akan menjadikan kemudahan dalam setiap kesulitan, jalan keluar dalam setiap kesempitan dan memberinya rizki dengan tak terduga

- Jamaluddin, an-Nurain fi Ishlah ad-Darain, hal 1.


Nafais Tsamarat: JANGAN REMEHKAN SEDIKITPUN PEKERJAANMU


Jangan remehkan sedikitpun pekerjaanmu dengan mlaksanakannya esok. Segeralah kerjakan haria ini, meski itu kecil.
Karena sekecil-kecil pekerjaan, jika terakumulasi akan menjadi banyak. Boleh jadi saat itu Anda dalam kondisi lemah, sehingga semuanya tidak terlaksana.
Jangan remehkan sesuatu yang Anda harap bisa menambah neraca kebaikan Anda di Hari Kiamat. Jika Anda bisa, segera kerjakan sekarang, meski itu kecil. Jika tidak, boleh jadi banyak hal akan menghalangi Anda dan kalau perkara itu sudah terakumulasi, maka ia justru akan melemparkan Anda ke neraka (Ibn Hazem, al-Akhlaq wa as-Siyar, juz I, hal 6).


Nafais Tsamarat: Orang yang Berbahagia adalah Orang yang Sedikit dan Minim Sekali Aibnya


La ‘alima an-naqishu naqshahu lakana kamilan, wa la yakhlu makhluq min ‘aibin. Fa as-sa’idu man qallat ‘uyubuhu wa daqqat

Jika orang yang serba kurang mengetahui kekurangannya, pasti dia akan menjadi sempurna, dan ternyata tak ada satu makhluk pun tanpa aib [cela]. Maka, orang yang berbahagia adalah orang yang sedikit dan minim sekali aibnya)

*) Ibn Hazem, al-Akhlaq wa as-Siyar, juz I, hal 6.


Nafais Tsamrah: Manusia Wajib Mengetahui Kebaikan dan Melaksanakan
nya

Manusia wajib mengetahui kebaikan (ta’allum al-khair) dan melaksanakannya.
Siapa saja yang mengumpulkan keduanya, dia telah memiliki dua kemuliaan sekaligus.
Siapa saja yang mengetahui kebaikan, tapi tidak melaksanakannya, maka dia baik dalam pengetahuan, tapi buruk dalam perbuatan.

Orang seperti ini telah mencampurkan antara amal shalih dan keburukan.Meski dia lebih baik daripada orang yg tidak tahu dan tidak melakukan kebaikan.Orang seperti ini tidak memiliki sedikit pun kebaikan.
Tapi dia masih mending ketimbang orang melarang orang lain mempelajari kebaikan dan menghalang-halangi melaksanakannya.

*)Ibn Hazm, al-Akhlaq wa as-Siyar, juz I, hal 26.

Akhlak Para Sahabat : Tawadlu’


Rasulullah saw bersabda:Sahabat-sahabatku itu bagaikan bintang-bintang. Dengan (sahabat-sahabat) manapun kalian mengarahkan (pandangan)-nya, maka (keberadaannya) menjadi petunjuk bagi kalian.

Tawadlu’

Telah sampai kepada Abu Ubaidah bin al-Jarrah cerita orang-orang di Syam tentang dirinya. Mereka terpesona terhadap gelar amirul umara (panglima besar) yang disandangnya. Ia mengumpulkan mereka dan berbicara di depan mereka: “Wahai manusia, sesungguhnya aku seorang muslim dari suku Quraisy. Siapa saja diantara kalian yang berkulit merah atau pun yang berkulit hitam, yang lebih bertakwa kepada Allah daripada aku, maka aku ingin sekali dibimbing olehnya”.

Ketika Amirul Mukminin Umar mengunjungi Syam, ia bertanya tentang saudaranya, mereka malah bertanya: “Siapa saudaramu itu?”. Ia menjawab: “Abu Ubaidah bin al-Jarrah”. Abu Ubaidah pun datang dan kemudian dirangkul Amirul Mukminin. Lalu Abu Ubaidah mengajaknya ke rumahnya. Di sana, Umar tidak mendapati perabotan apapun di dalam rumahnya kecuali pedang, perisai, dan pelana miliknya. Umar bertanya kepadanya sambil tersenyum: “Mengapa engkau tidak mengambil harta untuk kepentinganmu sendiri sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang?” Abu Ubaidah menjawab: “Wahai Amirul Mukminin, ini semua sudah cukup menjadikan aku bisa istirahat dan tidur sejenak.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar